Rabu, 03 Juli 2013
Negara Merugi Rp.40 Miliar per Tahun
JAKARTA_BARAKINDO- Belum berhenti pada pembongkaran kasus dugaan korupsi
beras impor saja, pemilik akun @TrioMacan2000
juga membongkar korupsi “receh” yang diduga dilakukan oleh Direksi Perum Bulog
dan disinyalir merugikan keuangan negara sekurang-kurangnya sekitar Rp.40
miliar per tahun. Dugaan korupsi itu adalah berupa penyimpangan pembayaran
distribusi beras dengan tarif Jumbo Bag kepada rekanan di lingkungan Perum
Bulog.
Pada dasarnya, Perum bulog
bertugas menjaga stok pangan (beras) dalam negeri, sekaligus menstabilkan harga
beras dalam negeri. Selain itu, Bulog juga mempunyai tugas untuk
mendistribusikan (Movenas) stok beras ke seluruh nusantara dari wilayah yang
mengalami surplus produksi, seperti Jawa dan Sumatera Selatan ke
wilayah-wilayah yang minus. Pelaksanaan movenas itu berjumlah sekitar 1 juta
ton per tahun.
Semula, sebelum jamannya
Mustafa Abu Bakar (MAB) menjadi Dirut Bulog, Movenas dilaksanakan dengan
menunjuk rekanan kerja (perusahaan swasta), atau yang biasa disebut PJPT dengan
memberikan fee pelaksanaan sebesar 13
persen dari tarif all-in door to door
yang telah ditentukan oleh Perum Bulog sendiri.
Semasa MAB menjadi
Dirut, pelaksanaan Movenas diperbaiki dari yang semula kepada PJPT menjadi sistem pelelangan umum
terbuka. Semula lelang dilaksanakan sesuai dengan Kepres yang bertujuan untuk
efisiensi dan mengurangi peluang terjadinya Korupsi, Kolusi dan Nepotisme
(KKN).
Namun, setelah MAB
menjadi Menteri BUMN, dan Dirut Bulog dijabat oleh Sutarto Alimoeso sampai
sekarang, kegiatan pelaksanaan Movenas menjadi berubah. Sedikit demi sedikit
pelaksanaan Movenas itu dialihkan kepada UB Jasang yang diduga dilakukan oleh
Direktur Pelayanan Publik (PP) Perum Bulog, Agusdin Fariedh.
UB Jasang sendiri adalah
anak perusahaan Perum Bulog yang disinyalir belum memiliki badan usaha
berbentuk hukum. Kuat dugaan bahwa UB Jasang digunakan untuk menyamarkan
penunjukan kepada PJPT pilihan Direktur PP. Modus itu diduga dilakukan oleh
Direktur PP Agusdin Fariedh, agar dapat menunjuk PJPT milik Indarto Wijaya
melalui UB Jasang. Sebuah sumber menuturkan, bahwa hal itu diduga dilakukan,
untuk memuluskan pemberian “fee”
kepada dirinya.
Saat ini, kuat dugaan
bahwa prosenatase penunjukan Movenas melalui UB Jasang semakin meningkat, yakni
sekitar 90 persen, dan hanya 10 persen sisanya yang dilaksanakan melalui lelang
terbuka. Dari 90 persen tersebut, 80 persen diantaranya diduga digunakan oleh
Direktur PP Perum Bulog, Agusdin Fariedh untuk penunjukan kepada Indarto Wijaya
sebagai pelaksana.
Sumber lain yang tidak
ingin disebut namanya mengungkapkan, penyimpangan atas penunjukan pelaksana
Movenas kepada Indarto Wijaya yang diduga dilakukan oleh Direktur PP, Agusdin
Fariedh, telah di adukan oleh PJPT lainnya kepada manajemen Perum Bulog, namun
diduga selalu kandas ditengah jalan. UB Jasang diduga selalu menjadi korban,
dan anehnya, Dirut Bulog Sutarto Alimoeso selalu saja mempercayainya.
Sejumlah pihak berharap
kasus dugaan korupsi yang diduga merugikan negara sekitar Rp40 miliar per tahun
ini dapat diungkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), mengingat adanya
dugaan, bahwa harta yang dimiliki oleh Agusdin Faried yang tersebar disejumlah
wilayah sudah mencapai triliunan.
Apa yang terjadi ditubuh
Perum Bulog tersebut disinyalir sudah dilaporkan kepada Dewan Pengawas (Dewas),
yang didalamnya terdapat pula Dahlan Iskan (Meneg BUMN saat ini). Namun,
laporan itu belum juga di proses.
Karenanya, peluang
dipecatnya Menteri Pertanian (Mentan) saat ini, Suswono menyusul kisruh Partai
PKS dalam koalisi dengan pemerintah, disebut-sebut membuka peluang Dirut Perum
Bulog Sutarto Alimoeso untuk menjadi Mentan terbuka. Lalu Agusdin Fariedh pun
bermimpi untuk bisa menjadi Dirut Bulog menggantikan Sutarto Alimoeso.
Inilah Hitungan Dugaan Kerugian
Negaranya
Akibat kasus dugaan
pemalsuan BAP oleh PJPT Indarto Wijaya, Perum Bulog mengalami kerugian dari
pembayaran. Dari tarif Jumbo Bag yang tidak perlu, selisih tarif Movenas tanpa
Jumbo Bag adalah sekitar 20 persen dari tarif umum yang sebesar Rp.600.000,-
per ton, yakni sekitar sebesar Rp.120.000,- per ton.
Sementara pengiriman
menggunakan tarif Jumbo Bag minimal sekitar 30.000 ton dalam satu bulan. Karena
itu, maka dapat dihitung berapa besar kerugian negara atas dugaan penyimpangan
pembayaran jasa Movenas setiap bulannya, yakni sekitar 30.000 ton X Rp.120.000 per ton =
Rp.3.600.000.000,- per bulan. Jadi ekuivalen sebesar Rp.3.600.000.000,- per
bulan dikalikan 12 bulan, maka besaran dugaan penyimpangan tersebut mencapai
sebesar Rp.43.200.000.000,-. Kelebihan yang diduga menjadi penyimpangan itu,
disebut-sebut hanya meliputi kerugian atas kelebihan pembayaran dengan tarif
Jumbo Bag saja.
Lalu pertanyaannya
adalah, apakah Agusdin Fariedh dan Sutarto Alimoeso itu lebih sakti ketimbang
Hartati Murdaya? Apakah kasus pengadaan beras impor yang diduga merugikan
negara hingga Rp.4,7 triliun itu belum cukup bagi KPK untuk menangkap dan
memenjarakan mereka? Jawabannya kembali pada keberanian KPK untuk membongkar kasus-kasus
yang diduga melibatkan orang-orang disekitar lingkungan Istana itu. (Oleh:
Redaksi) (bersumber dari Bulog Watch, chirpstory dan @TrioMacan2000).
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar