Kamis, 04 Juli 2013
Fantastis: Nilainya Sekitar Rp.20
Triliun
JAKARTA_BARAKINDO- Dua nama
orang “dekat” Presiden SBY, yakni Jusuf Gunawan Wangkar (JGW) dan Jusuf Gunawan
namanya memang agak sedikit sama. Hanya saja, kalau mantan Staf Khusus Presiden
SBY Bidang Pangan dan Energi bernama Jusuf Gunawan Wangkar, dan orang “dekat”
SBY yang diduga merupakan bos dari perusahaan Sugar Group bernama Jusuf Gunawan
(JG, tidak ada Wangkar).
Jika JGW disinyalir sebagai “otak” dari kasus dugaan korupsi di Perum
Bulog, maka JG sebagai bos dari Sugar Group diduga melakukan pengemplangan
pajak sejak 2012 hingga 2013 sekitar sebesar Rp.2 Triliun.
Kasus dugaan pengemplangan pajak itu disinyalir dilakukan dengan modus
memalsukan data jumlah lahan perkebunan tebu milik Sugar Group.
Bupati Tulang Bawan, Provinsi Lampung, tulis pemilik akun twiter
@TrioMacan2000, pernah mengadukan perihal dugaan penggelapan pajak oleh Sugar
Group yang disinyalir milik dari sohibnya Presiden SBY, Jusuf Gunawan itu ke
DPR. Dan pada 11 Mei 2011, Komisi II DPR dikatakan pernah melaksanakan RDPU membahas
dugaan penipuan, pemalsuan dan penggelapan pajak oleh Sugar Group. Komisi II
DPR juga pernah membahas tentang penyerobotan lahan masyarakat di empat
kecamatan di Kab.Tulang Bawang, Lampung oleh Sugar Group Company (SGC). Kala
itu Komisi II menemukan adanya indikasi , bahwa pihak SGC dengan tanpa hak
telah menyerobot lahan milik warga di empat Kecamatan tersebut untuk dijadikan
perkebunan Tebu.
Komisi II DPR juga menemukan fakta, bahwa salah satu perusahaan SCG,
yakni PT.Garuda Panca Artha (GPA) memalsukan luas lahan perkebunannya. Luas
lahan PT.GPA itu berbeda dengan luas lahan berdasarkan izin usaha dari Bupati
Tulang Bawang yang diterbitkan pada tahun 2004. Sesuai surat BPN Kabupaten
Tulang Bawang tertanggal 08 Maret 2007, luas lahan SGC hanya berjumlah
86.455,99 hektare. Sementara kantor pelayanan pajak Kotabumi, Lampung Utara,
menunjukan bukti bahwa SGC harus membayar pajak atas 105.091 hektare.
Selain itu, PT.GPA (anak usaha SGC) juga mengajukan izin usaha
perkebunan baru seluas 30.000 hektare kepada Bupati di Lampung Utara. Namun,
sesuai data Kab.Tulang Bawang, luas lahan PT.GPA yang masuk dalam wilayah
Kab.Tulang Bawang adalah seluas 124.092,80 hektare. Karenanya, Bupati Tulang Bawang dan BPN
menemukan adanya dugaan pemalsuan data luas lahan yang dilakukan PT.GPA (SGC)
seluas 124.092 - 86.455 = 37.637 hektare.
Lalu pada 2005, pecahlah konflik berdarah antara rakyat dengan pihak
SGC, yang menelan nyawah sejumlah warga. Polisi yang mengusut kasus tersebut
pun tidak jelas juntrungannya. Begitu juga Komisi II DPR dan BPN yang pada Mei
2011 berjanji akan melakukan gelar perkara dengan melakukan pengukuran ulang,
namun hingga sekarang tidak pernah jelas.
Perbedaan luas lahan perkebunan yang terjadi pada SGC ini, sangat
mempengaruhi pendapatan negara dari PPN, PPH, PBB, BPHTB dan lain-lain.
Kewajiban tersebut secara rinci dapat disebutkan sebagai PPN atas Gula Pasir
dan Mosales pada PT. Garuda Panca Artha, PPN atas Gula Pasir dan Mosales pada
PT.Garuda Putih Mataram, PPN atas Bio Ethanol PT.Indo Lampung, PPh pada PT.SIL,
GPA, GPM, ILD dan lain-lain. Tapi belum termasuk pajak PBB, BPHTB, retribusi
air tanah dan lainnya.
Karenanya, maka kuat dugaan bahwa total kewajiban pajak SCG yang
tertunggak terhitung sejak tahun 2004 sampai sekarang adalah sekitar sebesar
Rp.20 Triliun.
Adapun pihak-pihak yang diduga terkait dengan kasus pengempalangan
pajak SCG tersebut, terdiri atas Jusuf Gunawan, Lee Cuhault, Fauzi Toha, Heru
Sapto Handoko, mantan Kepala BPN pusat Joyo Winoto dengan jajaran terkaitnya,
Kepala BPN Lampung, Kepala BPN Tulang Bawang dan lain-lain.
Menurut surat Bupati Tulang Bawang tertanggal 29 Maret 2011, pajak
terutang atas PT.Garuda Panca Artha saja sekitar Rp.6.961.152.000.000,-.
Tunggakan pajak sebesar itu, tulis pemilik akun @TrioMacan200, hanyalah berupa
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) saja yang sebesar 10 persen dari total produksi
gula PT.GPA. Karena sesuai laporan manajemen PT.GPA, produksi gula per hektare
adalah sebanyak 8,24 ton, dengan total produksi 2001-2011 sebanyak 1.087.680
ton.
Masih menurut Bupati Tulang Bawang, kewajiban Pajak Penghasilan (PPh)
PT.GPA dari 2001 hingga 2011 adalah sebesar Rp.9.712.414.368.000,-, sehingga
total PPN dan PPh PT.GPA sejak 2001 hingga 2011 adalah sebesar
Rp.16.673.566.368.000,-. Sedangkan PPN dan PPh dari anak perusahaan SGC yang
lainnya, seperti PT.Garuda Putih Mataram adalah sebesar rp.3.048.259.368 dari
lahan seluas 24.147 hektare. Sehingga khusus untuk PPN dan PPh dari PT.GPA,
PT.GPM adalah sekitar sebesar Rp.19.721.826.274.368,-.
Perhitungan Bupati Tulang Bawang atas PPN dan PPh itu, masih didasarkan
pada harga rata-rata gula pasir pada tahun 2001-2011 oleh Badan Pusat Statistik
(BPS). Harga rata-rata BPS sendiri, adalah berdasarkan harga pembelian gula
petani sesuai SK Menteri Perdagangan, bukan berdasarkan harga lelang pabrik.
Karena harga rill dari gula lebih tinggi dari itu, dan tentu saja PPN dan PPh
PT.GA dan PT.GPM akan lebih besar. Meskipun perhitungan dari Bupati Tulang
Bawang itu adlah perhingan menggunakan asumsi harga terendah, namun SGC masih
memiliki tunggakan.
Selain perhitungan pajak PPN dan PPh oleh Bupati Tulang Bawang, Kepala
BPN dan Pansus DPR RI juga menghitung tunggakan pajak SGC tersebut. Antara
perhitungan Bupati Tulang Bawang dengan perhitungan BPN Lampung dan Pansus DPR
RI, nilainya berbeda-beda, karena menggunakan asumsi harga yang berbeda. (Oleh:
Redaksi) (Sumber: Bulog Watch & @TrioMacan2000).
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar