Selasa, 02 Juli 2013
Bagian II (Sambungan)
JAKARTA_BARAKINDO- Tidak hanya membongkar soal kedekatan antara tiga
bersaudara, Jusuf Gunawan Wangkar (JGW), Lidya dan Kasan dengan lingkaran
kekuasaan di Istana Presiden, pemilik akun @TrioMacan2000 juga membongkar
bagaimana modus lain dari skandal Mega Korupsi Impor Beras di Perum Bulog yang
merugikan keuangan negara triliunan rupiah, dan diduga “diotaki” Direksi Perum
Bulog dan mantan Staf Khusus Presiden SBY Bidang Pangan dan Energi, JGW.
Selain sebagai Staf
Khusus Presiden SBY, JGW juga diduga merangkap sebagai Ketua Dewan Pengawas
(Dewas) di Perum Bulog. Posisi itu, kata @TrioMacan2000, memudahkan JGW untuk
“ber-KKN ria” dengan Bulog, karena Sutarto Alimoeso (Dirut Perum Bulog) juga
adalah karibnya SBY semasa di SMA.
Dalam psosisinya sebagai
Ketua Dewas Perum Bulog, tercatat namanya adalah Prof.Dr.Drs.Jusuf MM.
Sementara anggota Dewas adalah Harbrinderjit Singh Dillon, Ardiansyah Parman,
SH, dan JBR.
Pemilik akun
@TrioMacan2000 menyatakan keheranannya, kenapa JGW selalu menggunakan nama yang
berbeda diberbagai tempat. Sebab, selain Jusuf Gunawan Wangkar (JGW), dia juga
menggunakan nama Jusuf Mawengka (JM), Jusuf dan lain-lain. Sebuah modus yang
pantas dicurigai bermotif negatif, menurut pemilik akun @TrioMacan2000.
Sementara mengenai sepak
terjang JGW sebagai mafia pangan, membongkar dugaan Mark-up harga beras impor
dari Vietnam.
Dalam dokumen, katanya,
harga perolehan Bulog pada tahun 2011 adalah sebesar U$D 535 per metrik ton.
Sementara pada tahun 2012, harga jual di Vietnam adalah sebesar U$D 445 per metrik
ton. Ini mengherankan, kenapa harga pada tahum 2011 jauh lebih mahal dari harga
pada tahun 2012? Padahal tren harga
jual setiap tahun selalu meningkat. Tentu untuk 2012, harga perolehan Bulog
lebih dari U$D 535 per metrik ton.
Pemilik akun
@TrioMacan2000 juga menulis, bahwa untuk mempermudah perhitungan, maka harga
beli atau perolehan Perum Bulog pada tahun 2011 dan 2012, dirata-ratakan
menjadi sebesar U$D 535 per metrik ton. Dengan demikian, maka kuat dugaan bahwa
ada Mark-up antara harga jual di Vietnam
dengan harga beli Bulog di Indonesia sekitar sebesar U$D 90 per metrik
ton (U$D 535 - U$D 445 = U$D 90).
Harga beras kualitas
terbaik dengan butir patah 5 persen, di Vietnam sendiri saat ini hanyalah
sebesar U$D 386.85 per metrik ton, atau dibulatkan saja menjadi sebesar U$D 387
per metrik ton. Sedangkan harga sebesar
U$D 387 per metrik ton itu diperoleh dari sumber resminya di http://t.co/MCXPFI65De. Kemudian dari mana bisa muncul harga sebesar U$D
445 per metrik ton? Bisa jadi Perum Bulog belinya sekalian dengan Cost Insurance and Freight (CIF).
Menurut informasi dari
asosiasi internasional operator kapal dagang (International Chamber of Shipping/ ICS), lanjutnya, biaya CIF
maksimal sebesar U$D 35 per metrik ton. Artinya, biaya tambahan untuk biaya
tambang dan asuransi (CIF) dari Vietnam ke Indonesia, hanyalah sebesar U$D 35
per metrik ton. Dengan demikian, maka harga pembelian beras impor dari Vietnam
dengan skema CIF maksimal, adalah sebesar U$D 422 per metrik ton (U$D 387 + U$D
35 = U$D 422).
Lalu kenapa harga
perolehan Perum Bulog atas beras impor dari Vietnam bisa naik menjadi sebesar
U$D 535 per metrik ton? Kenapa ada selisih harga sebesar U$D 113 per metrik ton
(U$D 535 - U$D 422 = U$D 113)? Karena jika dijumlah dari selisih sebesar U$D
113 per metrik ton tersebut, maka kuat dugaan bahwa negara mengalami kerugian
hingga triliunan rupiah.
Sementara dari informasi
yang berhasil dihimpun, pada tahun 2011 dan 2012, Perum Bulog setidaknya telah
melakukan impor beras sebanyak 4,25 juta ton dari Vietnam, Thailand dan India.
Jika merujuk dari perhitungan menggunakan asumsi dari pemilik akun
twiter @TrioMacan2000 yang menduga adanya selisih anggaran sebesar U$D 113
setara Rp.1.084.800,- per metrik ton (dihitung menggunakan asumsi nilai tukar
U$D 1 setara dengan Rp.9.600,-), dan di kalikan dengan jumlah beras impor Bulog
pada tahun 2011 dan 2012 sebanyak 4,25 juta ton, maka uang negara yang diduga
di korupsi, nilainya sangat besar sekali. Sebab 1 metrik tons setara dengan
1000 kilogram, dan 1000 kilogram setara dengan 1 ton. Karenanya, maka beras
yang di impor oleh Bulog pada 2011 dan 2012 setara dengan 4,25 juta metrik ton.
Dengan demikian, maka kuat dugaan bahwa terdapat nilai Mark-up
sekurang-kurangnya sebesar U$D 480.250.000 (4,25 juta metrik ton X U$D 113 =
U$D 480.250.000). Dan jika dihitung menggunakan rupiah dengan asumsi U$D 1
setara Rp.9.600,- pada akhir tahun 2012, maka terdapat indikasi Mark-up
sekurang-kurangnya sebesar Rp.4,7 triliun (U$D 290.410.000 X Rp.9.600,- =
Rp.4.700.400.000.000,-). (Oleh: Redaksi) (bersumber
dari Bulog Watch, chirpstory dan @TrioMacan2000).***
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar