Minggu, 14 Juli 2013
Harga Lebih Rendah Rp.150,- Per Lembar
JAKARTA_BARAKINDO- Tak banyak yang tahu, kalau sejak 13 Juni 2013 lalu, 15
persen saham milik Bank Bukopin telah di akuisisi (takeover) oleh perusahaan Bosowa Group. Apa gerangan yang membuat akuisi
saham bernilai triliunan itu dilakukan secara diam-diam?
Diketahui, hampir tidak
ada media massa yang mengungkap bagaimana proses pengambilalihan saham itu
terjadi. Hal itu sangat berbeda dengan saling sikutnya Bank BRI dan
PT.Jamsostek ketika memperebutkan akuisisi saham yang sama. Kala itu, hampir
semua media massa mengikuti perkembangan persaingan kedua perusahaan Badan
Usaha Milik Negara (BUMN) itu memperebutkan saham Bukopin. Namun hal itu tidak
terjadi ketika Bosowa Group tiba-tiba masuk dan men-takeover saham yang diperebutkan tersebut.
Seperti diketahui, sebelum
berubah nama menjadi Bank Bukopin, bank itu bernama Bank Umum Koperasi
Indonesia (Buki) yang berdiri sejak 01 Juli 1970. Bank itu di dirikan untuk
membesarkan usaha koperasi di Indonesia. Sejak 01 September 1989, Bank Buki
resmi berubah nama menjadi Bank Bukopin, dan pada tahun 1989 bank itu menjadi
bank swasta swasta terbesar di Indonesia, dimana sahamnya dipegang oleh Telkom
dan PLN hingga 31 Desember 2001, setelah sebelumnya per 1998 secara resmi
beroperasi sebagai perbankan swasta nasional.
Ironisnya, sejak saat
itulah Bank Bukopin mulai melupakan tujuan awal di dirikannya, “Mendukung
Pengembangan dan Kemajuan Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi”. Bank
Bukopin lebih memfokuskan usahanya ke sektor komersil, industri dan
perdagangan, dan melupakan koperasi.
Kemudian, kepemilikan
saham oleh Telkom dan PLN digantikan oleh pemegang saham pengendali sebesar 31,7
persen oleh Koperasi Pegawai Bulog (Kopelindo). Pemilik akun @TrioMacan2000
mengutip sumbernya di Kementerian Keuangan (Kemenkeu), status kepemilikan saham
pengendali sebesar 31,7 persen itu disinyalir bermasalah dengan hukum.
Persoalan itu muncul lantaran dana sebesar Rp.200 miliar untuk membeli saham
pengendali itu diduga bukan berasal dari uang Perum Bulog, melainkan uang yang
bersumber dari negara (dana non budgeter).
Belakangan diketahui, kepemilikan saham bukan PSP oleh Kopelindo itu melalui
pasar modal sebesar 5 persen.
Sebelum Bosowa Group
masuk, saham Bank Bukopin juga dimiliki oleh negara sebesar 13 persen, Yayasan
Bina Sejahtera (Yabinstra) sebesar 9,3 persen, Koperasi Panel Kayu Indonesia 5
persen, dan 41 persen dikuasai publik.
Pada tahun 2012 lalu, PSP
Bank Bukopin menyatakan siap melepas 41,4 persen saham senilai U$D 410 juta atau
setara Rp.4 triliun, atau rata-rata Rp.1.200,- per lembar saham. Bahkan setahun
sebelum itu, Menteri BUMN dikhabarkan telah meminta Bank BRI untuk membeli
saham yang akan dilepas oleh Bank Bukopin tersebut.
Menteri BUMN sebelumnya
telah menegaskan, bahwa Bank BRI merupakan satu-satunya perusahaan BUMN yang
diberi peluang untuk mengakuisisi saham Bank Bukopin. Karena itulah yang
disebut-sebut menyebabkan Jamsostek mau mengalah. Khabarnya juga, pertimbangan
kala itu, adalah karena Bank BRI dinilai bisa bersinergi dengan Bank Bukopin,
karena sama-sama fokus pada bidang usaha Mikro dan Ritel.
Pertanyaan pun muncul
ketika pemerintah tiba-tiba berubah 180 derajat. Kedua perusahaan BUMN yang
sebelumnya sama-sama ngotot memperebutkan saham itu, yakni Bank BRI dan
Jamostek batal mengakuisisi, dan tiba-tiba Bosowa Group (swasta) yang mengambil-alih
saham sebesar 14 persen atau setara Rp.1,17 triliun itu.
Uniknya lagi, transaksi
akusisi oleh PT.Bosowa Corporindo justeru dihargai Rp.1.050,- per lembar saham,
atau lebih rendah sebesar Rp.150,- dari penetapan semula yang sebesar
Rp.1.200,- per lembar saham. Harga itupun diduga lebih tinggi dari harga
penutupan BBKP pada Kamis 13 Juni 2013 yang sebesar Rp.800,- per lembar.
Lalu mampukah pemerintah
(Presiden SBY, Menko Ekonomi Hatta Rajasa, Meneg BUMN Dahlan Iskan, Menkeu
Chatib Basri, dan Seskab Dipo Alam) memberikan penjelasan atas pertanyaan, “Kenapa
Bank BRI dan Jamsostek tiba-tiba mundur dari rencana takeover saham tersebut? Kenapa
harga akusisi Bosowa Group jauh lebih rendah dari harga yang ditawarkan kepada
Bank BRI dan Jamsostek?”. (Oleh Redaksi)
Bersumber dari Bulog Watch dan @TrioMacan2000*
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar