Selasa, 12 Februari 2013
NEGARA Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI). Masihkah kita bangga menjadi warga NKRI? Negara
dimana para pemimpinnya sibuk mempertontonkan syahwat kekuasaan dan melupakan
sejarah kemiskinan yang diwariskan turun-temurun.
Ditengah para pemimpin sibuk menyelamatkan
Partai Politik (Parpol) busuk yang terlanjur dikelola oleh para politisi korup,
pada bagian timur NKRI warga negara dibiarkan terus hidup dalam kungkungan
kemiskinan. Salah satu dari sekian banyak potret kemiskinan itu adalah,
kehidupan warga Desa Kabanta, Kecamatan Wawo, Kabupaten Bima, Nusa Tenggara
Barat (NTB).
Meskipun bertempat tinggal hanya
sekitar 25 Km dari pusat kota, namun tidak menjadi jaminan bagi warga Kabanta untuk
bisa merasakan kehidupan layaknya warga negara yang merdeka. Mereka dibiarkan
terisolasi dari dunia luar dengan tidak memberikan akses jalan yang memadai,
dan mereka juga dibiarkan tetap hidup dalam kebodohan dengan ketiadaan prasarana
pendidikan yang layak.
Sejak dahulu, warga Kabanta
turun-temurun menempati rumah-rumah panggung yang kondisinya kini tinggal
menunggu rubuh. Dan entah sampai kapan kemiskinan itu terus diwariskan kepada
anak cucu mereka. Karena hingga saat ini, anak-anak mereka juga menimba ilmu
disekolah yang lebih buruk dari kandang kambing. Bagaimana tidak? Sekolah itu
hanya berlantaikan tanah dengan dinding yang terbuat dari rangkaian bambu
seadanya, dan beratapkan seng tua hasil swadaya masyarakat.
Lalu masihkan warga Kabanta bisa
berharap adanya perubahan masa depan? Selama NKRI dikelola oleh para politisi
korup yang berlindung dibalik Parpol-Parpol busuk, rasanya warga Kabanta tidak
berani berharap banyak adanya peran negara untuk perbaikan taraf hidup mereka.
Karena itulah warga Kabanta masih meneruskan tradisi para leluhur dengan
menggantungkan hidup dari hasil bertani ladang dan menenun kain tradisional.
Potret kemiskinan warga Kabanta,
seharusnya menjadi penyambung urat malu para pemimpin yang telah lama putus.
Alangkah baiknya, jika para pemimpin baik pusat maupun daerah, sejenak
melepaskan segala kemunafikan politis dan sedikit memperhatikan kehidupan warga
negara. (Redaksi)*
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar