Senin, 05 Agustus 2013
Adakah Capres yang Bisa Menjadi Problem Solver ?
ANALISIS, oleh : M. Hatta Taliwang
KALAU digabung hutang pemerintah yang akan diwariskan rezim SBY ke Pemerintahan berikutnya, maka nilainya akan sangat mencengangkan. Hutang itu terdiri atas Utang Luar Negeri Pemerintah yang mencapai U$D 120,64 miliar (per Oktober 2012) atau sekitar Rp 1.206 triliun. Belum lagi ditambah dengan total Utang Dalam Negeri Pemerintah yang per September 2012 mencapai Rp.975,94 Triliun, sehingga berjumlah sebesar Rp.2.181,98 triliun. Hutang itu tentu akan terus bertambah seiring sisa setahun pemerintahan SBY-Budiono.

Selain utang pemerintah, rakyat juga dapat menyimak dengan seksama bagaimana utang luar negeri pihak swasta (para konglomerat) yang per Oktober 2012 saja sudah mencapai U$D 123,072 miliar atau setara Rp.1.230 triliun. Total utang swasta kali ini untuk pertama kalinya melampaui jumlah utang luar negeri pemerintah sejak krisis 1998.

Dengan demikian, maka dapat disimpulkan, bahwa ekonomi Indonesia dewasa ini adalah EKONOMI UTANG, yang tidak didasarkan pada produktivitas nasional. Perhatikan Utang Perusahaan, utang perorangan/rumah tangga (dalam bentuk kredit rumah/properti, mobil, kartu kredit, dll yang bersumber dari Bank Nasional sebesar Rp.2.585 trilun per Oktober 2012.

Kredit properti yg paling gawat

Semua angka tersebut bersumber dari Salamuddin Daeng dari Institut for Global Justice (IGJ). Utang digunakan untuk membiayai impor, membiayai defisit pembayaran, membayar cicilan dan bunga utang lama yang jatuh tempo yang akan menjadi capital outflow, yang jumlahnya akan mencapai Rp.720,908 triliun, yang berarti devisa negara tinggal secuil.

Kita berandai-andai, karena berbagai masalah para pengusaha dalam negeri juga mengalami kesulitan (karena kewajiban utang jangka pendeknya terhadap luar negeri), dan biaya impor bahan baku meningkat (70 persen dari total impor) yang mengakibatkan meningkatnya biaya produksi, produktivitas/efesiensi menurun, sehingga kemampuan mereka merosot bahkan untuk membayar gaji karyawan dan lain-lain pun menurun.

Disatu sisi, para karyawan dan rumah tangga terbiasa hidup konsumtif dan memiliki pinjaman di Bank, tiba-tiba mereka kehilangan daya bayar kewajiban pada perbankan, padahal bank-bank tersebut juga dikejar-kejar oleh kewajiban membayar utang luar negeri mereka.

Bisa dibayangkan betapa dahsyatnya krisis ekonomi yang dihadapi bangsa ini. Krisis ekonomi akan memberi efek domino terhadap kondisi sosial politilk dan keamanan bangsa. Dan itulah BOM WAKTU diperkirakan dapat meledak di era SBY. Jika tidak, maka sudah pasti akan meledak pasca pemerintahan SBY. Apalagi kalau rezim pengganti SBY kelak tidak faham pada dinamika masalah ekonomi yang sedang dihadapi.

Lalu Capres manakah yang siap menghadapi bom waktu warisan SBY ini? Adakah Capres yang memiliki konsep untuk mengatasi krisis besar ini? Atau jangan-jangan yang ada hanyalah Capres abal-abal yang cuma mampu menjual citra, dan tidak memahami persoalan bangsa yang sangat mendasar?

Yang kita butuhkan adalah Capres yang memahami masalah besar bangsa ini, sekaligus juga mampu menawarkan solusi atas tantangan yang sedang dihadapi sekarang dan masa mendatang.
Penulis adalah:
Direktur Eksekutif IEPSH

0 komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.

Kategori Berita

Recent Posts


Statistik Pengunjung