Senin, 02 September 2013
Jakarta_Barakindo- Cara rezim SBY mengelola ekonomi, menunjukan sikap kapitalis monetaris, yang tidak hanya mengobral kekayaan alam seperti tambang, minyak, dan hasil hutan kepada imparialis asing, tapi juga tega memperjual-belikan uang rakyat.
“Ini rezim dzalim. Kenapa dana buruh di PT.Jamsostek diserahkan untuk dikeruk oleh para penjudi dipasar keuangan. Dan sekarang, dana haji pun hendak dipakai untuk berjudi dipasar keuangan,” ujar Direktur Eksekutif Institut Ekonomi Politik Soekarno Hatta (IEPSH), M Hatta Taliwang, Senin (2/9/2013).

Hal sama juga diungkapkan Kornas Protanikita, Bonang. Ia menyatakan, ulah pemerintah yang menggunakan dana haji untuk “bermain” dipasar keuangan, menunjukan bagaimana pemerintah benar-benar pro kapitalis. “Ketika ekonomi kapitalis mengalami goncangan, maka pemerintah segera mengambil langkah-langkah penyelamatan menggunakan uang rakyat. Tapi ketika rakyat mengalami kesulitan, pemerintah seakan bersikap apatis,” katanya mencontohkan kesulitan yang dihadapi rakyat tani miskin.

Kritik tajam juga dilontarkan ekonom muda IGJ, Salamuddin daeng. Menurutnya, selama ini rakyat bertanya-tanya, ada apa dibalik penempatan seorang ahli keuangan, Anggito Abimanyu, yang sering dijuluki sebagai “angka berjalan” sebagai Dirjen Haji pada Kementerian Agama (Kemenag). “Selidik punya selidik, ternyata dana haji milik umat Islam hendak dijadikan sumber spekulasi dan katup pengaman bagi krisis keuangan yang tengah melanda,” jelasnya.

Ia menyesalkan sikap pemerintah yang dinilai dzalim. Sebelumnya juga pemerintah telah menggunakan dana Jamsostek milik jutaan buruh untuk menyelamatkan Bursa Efek Indonesia (BEI), yang beberapa waktu lalu mengalami kejatuhan drastis. “Sekarang pun pemerintah akan menggunakan dana haji untuk mengamankan krisis keuangan perbankan yang tengah sekarat. Ini Dzalim,” katanya.

Lalu berapa besar dana haji yang siap dikorbankan untuk menyelamatkan krisis ekonomi kapitalis tersebut? Kata Daeng, Anggito Abimanyu menyebutkan, dana haji yang terkumpul hingga Juni 2013 telah mencapai Rp.56 triliun. Dari total dana yang terkumpul, sebanyak Rp.31 triliun tersimpan dalam bentuk sukuk (obligasi syariah) dan sisanya Rp.25 triliun di perbankan.

Salamuddin Daeng juga menuturkan, dari total dana yang dikelola oleh sektor perbankan sebanyak 71,27 persen yang dikelola oleh 19 bank konvensional, telah membantu mendinginkan panasnya situasi perbankan. Namun, dana yang cukup besar tersebut, terancam menguap seiring ancaman krisis utang perbankan belakangan ini yang kian parah, dan akan terus berlangsung.

Tidak hanya itu, pernyataan keras juga diungkapkan mantan Menteri Keuangan, Fuad Bawazir. Menurutnya, meski pemerintahan saat ini menganut faham pasar bebas, tapi pada giliran pasar saham ambruk, pemerintah langsung all out campur tangan. “Lihat saja, PT.Jamsostek langsung ditugaskan untuk memborong saham, agar indeks harga saham tidak ambruk. Ini sama saja dengan menggunakan uang buruh untuk mensubsidi kerugian kapitalis di Bursa Efek,” jelasnya.

Seperti dilansir infobanknews, saat ini industri perbankan kembali diresahkan dengan adanya indikasi penyalahgunaan dana nasabah. Kali ini dana yang disinyalir disalahgunakan itu adalah dana haji yang disimpan atas nama rekening Kemenag di sebuah bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Achmad Djunaidi, Direktur Pengelola Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Sistem Informasi Haji Kemenag menuturkan, saat ini jumlah pendaftar setoran awal dana haji yang masuk dalam daftar tunggu mencapai 1.293.953 orang. Pada April 2010, jumlah setoran awal dana haji dinaikkan dari Rp.20 juta menjadi Rp.25 juta. Jika dihitung rata-rata jumlah setoran haji Rp.20 juta, maka jumlah dana yang masih mengendap di rekening Kemenag ditaksir mencapai sekitar Rp.25,88 triliun.

Namun, dari sekitar Rp.25,88 triliun tersebut, yang dikelola bank syariah porsinya hanya sekitar 28,73 persen atau setara Rp.7,44 triliun. Berdasarkan data Kemenag, hanya tiga Bank Syariah dari sekitar 22 bank yang ditunjuk untuk mengelola dana haji, yakni Bank Muamalat Indonesia (BMI), Bank Syariah Mandiri (BSM), dan Bank Mega Syariah (BMS). Sementara sisanya yang 71,27 persen atau sebesar Rp.18,44 triliun dari total dana haji yang dikelola perbankan, dikuasai oleh sekitar 19 bank konvensional.


Lalu, kenapa sebagian besar dana haji itu justru ditempatkan di bank-bank konvensional? Menurut Achmad, kebijakan itu diambil atas dasar rekomendasi Bank Indonesia (BI). ”Kami menerima rekomendasi dari BI. Kemenag tinggal mengikuti saja,” ujarnya. (Redaksi)*

0 komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.

Kategori Berita

Recent Posts


Statistik Pengunjung