Kamis, 20 Februari 2014
Jakarta_Barakindo- Kejaksaan
Tinggi (Kejati) DKI menetapkan Dirjen Tanaman Pangan pada Kementerian Pertanian
(Kementan), Udhoro Kasih Anggoro (UKA) sebagai tersangka dalam kasus dugaan
korupsi di Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pengendalian Serangan Pangan.
Penetapan Undhoro sebagai tersangka merupakan pengembangan penyidikan
kasus pengadaan alat pengendali serangga (light
trap) yang telah disidik Kejati DKI Jakarta sejak September 2013 lalu. "Berdasarkan
pengembangan, penyidik melihat keterlibatan beberapa orang yang, menurut
analisis, sangat layak ditetapkan sebagai tersangka," kata Kajati DKI Adi
Toegarisman, Rabu, di Jakarta, layaknya dilansir suara karya online, Kamis (20/2/2014). Selain Undhoro, Kejati DKI
Jakarta juga menetapkan empat tersangka baru dalam kasus yang sama.
Berdasarkan perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan
(BPKP), merugikan negara Rp.33 miliar. Ke-empat tersangka baru itu adalah EB
(Direktur Tanaman Pangan), MS (swasta), ACR (perusahaan penghubung), dan MAS
(rekanan perusahaan pemenang lelang).
Sebelumnya, 10 orang sudah ditetapkan sebagai tersangka pula. Mereka
adalah Agung Wradsongko (pejabat pembuat komitmen di Ditjen Tanaman Pangan
Kementan), Alimin Sola (Ka ULP di Ditjen Tanaman Pangan), Hidayat AR (Ketua
Pokja Pengadaan Bantuan Sarana OPT di Ditjen Tanaman Pangan), Iksan Nugraha
(General Manager PT Hariff Daya Tunggal Enginering), Azi Nurzaman (Direktur CV
Prima Sejahtera), Moch Yamin (Direktur PT Farsindo), Amsar Sheba (Direktur PT
Puma Dharma Perdana), Agus Irmanto (Direktur PT Formita), WB Didit Hanindipto
(Direktur CV Hanindra Karya), dan Yanuar (Direktur PT Andalan Mitra Persada).
Menurut Adi, saat ini pemberkasan terhadap sepuluh tersangka sudah
hampir rampung. "Segera kesepuluh tersangka itu bisa didorong ke tahap
penuntutan," katanya.
Anggaran dalam proyek pengadaan 7.000 unit light trap tahun 2012 ini
diduga telah digelembungkan. Saat itu, anggaran proyek mencapai Rp 135 miliar.
Terdapat lima perusahaan rekanan yang menang proses pelelangan. Namun, Kejati
belum melakukan penahanan atas seluruh tersangka.
Modus perbuatan yang menggerogoti keuangan negara tersebut dilakukan
para pejabat Kementan dan pengusaha dengan pengaturan lelang serta
penggelembungan harga. Light trap yang
dimaksud ada, tetapi kualitasnya tidak sesuai spesifikasi teknis. Penurunan
kualitas barang ini dilakukan agar bisa mendapatkan barang sejenis dengan harga
murah.
Ditambah lagi dengan mark-up, maka semakin besarlah nilai anggaran yang
diselewengkan dalam proyek pengadaan light
trap tersebut. Selain itu, dalam kasus ini, pihak Kejati DKI menyita
sejumlah barang bukti berupa uang dan dua unit mobil mewah. "Barang bukti
dalam perkara ini yang dapat kami sita ada mobil Wrangler Rubicon, dan kami
dapat uang Rp 6 miliar," ujar Adi.
Sebelum ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan light trap, Udhoro juga pernah diperiksa
sebagai saksi terkait penyidikan perkara dugaan korupsi Bantuan Langsung Benih
Unggul (BLBU) Paket 1 tahun 2012 di Kementan.
Usai diperiksa penyidik Pidsus Kejaksaan Agung, akhir Januari lalu,
Udhoro, yang enggan memberi keterangan soal materi pemeriksaan, hanya
menegaskan bahwa dirinya wajib memberi keterangan sebagai salah satu kuasa
pengguna anggaran (KPA). Udhoro menolak menjawab mengenai proses penunjukan
pemenang lelang, yakni PT Hidayah Nur Wahana (HNW). Udhoro meminta untuk menanyakan
hal tersebut kepada panitia lelang. Diduga PT HNW dikelola oleh petinggi Partai
Keadilan Sejahtera (PKS).
Dalam kasus itu, Kejaksaan menetapkan enam tersangka yang terdiri dari
dua orang dari swasta dan empat orang dari Kementan. Dua tersangka itu adalah
Dirut PT HNW Sutrisno dan Pimpinan Produksi PT HNW Mahfud Husodo.
Sementara empat tersangka dari Ditjen Tanaman Pangan Kementan adalah
Ketua Pokja Hidayat Abdul Rahman, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Zaenal Fahmi,
anggota Tim Verifikasi Teknis Lapangan untuk Daerah Jatim (Jember) Sugiyanto,
serta Staf Direktorat Aneka Kacang dan Umbi Alimin Sola.
Kejaksaan menduga penyaluran BLBU senilai Rp 209 miliar berupa padi
lahan kering, padi hibrida, padi non-hibrida, dan kedelai itu tidak sesuai
varietasnya, dan beberapa pelaksanaannya tidak sesuai dengan peruntukkannya
atau fiktif. (Redaksi)*
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar