Jumat, 26 Desember 2014
Direksi Lama Harus Tanggungjawab
Jakarta_Barakindo- Direksi Perusahaan
Umum Badan Urusan Logistik (Perum Bulog) yang akan segera ditetapkan oleh
pemerintahan Jokowi-JK, harus mewujudkan perbaikan kualitas beras yang akan
disalurkan kepada publik, berupa beras bagi warga miskin (raskin).
Pada masa Direksi yang baru nanti, publik berharap tidak ada lagi keluhan
rendahnya kualitas raskin yang diterima Keluarga Miskin (Gakin), karena akan menambah
buruk citra Perum Bulog dimata Publik.
Namun, sebelum itu, perlu ada patokan yang jelas, mana persoalan yang
menjadi tanggungjawab Direksi lama dan yang baru. Hal itu haruslah dituangkan
dalam berita acara serah terima. Sebab, dibawah kendali Direksi yang lama, Perum
Bulog ditaksir mengalami kerugian lebih dari Rp 2 triliun. Taksiran kerugian
sebesar itu dihitung dari nilai beras yang hilang di gudang dan nilai beras
yang diduga Tidak Memenuhi Syarat (TMS) Inpres Perberasan.
Sumber internal yang minta dirahasiakan namanya mengungkapkan, dari
sekitar 1,7 juta ton stok beras Bulog diseluruh Indonesia, sebagian diantaranya
diduga hilang didalam gudang, seperti yang disinyalir terjadi di Papua, Nusa
Tenggara Barat (NTB), dan Jawa Timur (Jatim). Selain kasus dugaan kehilangan, sisa
stok sebanyak 1,7 juta ton itupun diduga merupakan beras yang TMS (brokens, menir dll-red). Dibeberapa daerah bahkan sudah pernah diperiksa oleh Kejati
dan Polda, dan saat ini pun tengah diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Sumber itu pun menjelaskan, kasus kehilangan beras di Papua sebanyak
1.700 ton, berpotensi merugikan Perum Bulog sekitar Rp 13,6 miliar dengan
asumsi harga sebesar Rp 8.000,- per kilogram (1.700.000 kg x Rp 8.000,- = Rp
13.600.000.000,-).
Begitu pula kasus kehilangan beras di NTB sebanyak 400 ton yang
berpotensi merugikan Perum Bulog sekitar Rp 3,2 miliar (400.000 kg x Rp 8.000,-
= Rp 3.200.000.000,-).
“Hal sama juga terjadi di Madura, Jatim. Disana kasus kehilangannya
mencapai 1.600 ton dengan potensi kerugian mencapai Rp 12,8 miliar (1.600.000
kg x Rp 8.000,- = Rp 12.800.000.000,-),” ujar sumber tersebut.
Ia juga mengungkapkan, bahwa kondisi kualitas beras yang saat ini
tersisa di gudang-gudang Bulog, rata-rata brokens-nya
sekitar 40%, dan menir rata-rata 8%. Sementara brokens dan menir yang diperbolehkan sesuai syarat Inpres hanyalah
sebesar 20% dan 2% dengan derajat sosoh 95%.
“Kalau dihitung dari perkiraan susut kuantum setelah di reproses, maka susutnya mencapai 27%
(20% + 6% + 1% = 27%). Perkiraan susut 27% tersebut belum termasuk biaya reproses yang ditaksir sebesar 3%,
sehingga total susut ditaksir mencapai 30%, atau setara dengan Rp 4,080 triliun
(30% x 1,7 juta ton = 510.000.000 kg x Rp 8.000,- = Rp 4.080.000.000.000,-),”
jelasnya.
Potensi kerugian itu, lanjutnya, masih bisa berkurang jika dikurangi
dari hasil penjualan brokens
bercampur menir setelah dikurangi susut proses 1% dan biaya proses sebesar 3%
(30% - 1% - 3% = 26%). “Tapi, potensi kerugian itu masih bisa berkurang dari
hasil penjulan brokens bercampur
menir yang ditaksir mencapai sebesar Rp 1,989 triliun (26% x 1,7 juta ton =
442.000.000 kg x Rp 4.500,- = Rp 1.989.000.000.000,-),” ungkapnya.
Dengan demikian, tegasnya, perkiraan kerugian yang dialami untuk memperbaiki
kualitas beras sisa stok yang ada mencapai sebesar Rp 2,091 triliun (Rp 4.080.000.000.000,-
- Rp 1.989.000.000.000,- = Rp 2.091.000.000.000,-).
“Jika ditambah dengan potensi kerugian akibat kasus kehilangan beras
dalam gudang, maka Perum Bulog ditaksir mengalami kerugian hangga mencapai Rp 2,387
triliun (Rp 2.091.000.000.000,- + Rp 13.600.000.000,- + Rp 3.200.000.000,- + Rp
12.800.000.000,- = 2.387.000.000.000,-),” katanya menambahkan, bahwa potensi
kerugian itu menjadi tanggungjawab Direksi yang lama. “Makanya, saat serah
terima nanti, harus ditarik garis lurus soal batasan mana yang menjadi tanggungjawab
Direksi yang lama dan Direksi yang baru,” pungkasnya. (Redaksi)***
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar