Rabu, 31 Desember 2014
“Seminar Nasional Membangun
Sistem dan Program Strategis Kedaulatan Pangan Indonesia”
Jakarta_Barakindo- “Kedaulatan
pangan adalah hak negara dan bangsa yang secara mandiri menentukan kebijakan
pangan, yang menjamin hak atas pangan bagi rakyat dan memberikan hak bagi
masyarakat untuk menentukan sistem pangan yang sesuai dengan potensi sumber
daya lokal”.
Menurut Prof Maksum, bangsa yang berdaulat adalah bangsa yang mandiri. “Kemandirian
pangan adalah kemampuan negara dan bangsa dalam memproduksi pangan yang beragam
dari dalam negeri untuk menjamin pemenuhan kebutuhan pangan sampai ditingkat
perseorangan dengan memanfaatkan potensi sumber daya alam, manusia, sosial,
ekonomi, dan kearifan lokal secara bermartabat,” ujarnya.
Selain berdaulat dan berkemandirian, lanjut Guru Besar Universitas
Gadjah Mada (UGM) tersebut, Indoensia juga harus membangun ketahanan pangan
yang berbasis produksi dalam negeri.
“Ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai
dengan perseorangan yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik
jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta
tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat
hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan,” katanya.
Ia juga mengkritik sulapan swasembada pangan pada 2014. Menurutnya, untuk
beras saja, pada tahun 2012 disebutkan surplus 2 juta ton, tapi tetap import
sebanyak 1 juta ton. Lalu pada 2014 ditargetkan surplus 10 juta ton.
“Begitu pula Gula, Jagung, Kedelai, Daging Sapi dan Garam yang pada
2012 masing-masing di import sebanyak, 40 persen (Gula), 15-20 persen (Jagung)
termasih benih import, 65 persen (Kedelai), 25 persen (Daging Sapi), dan 50
persen kebutuhan untuk garam dipenuhi dari garam import. Jadi, apakah negara
ini mau kedaulatan atau makelaran, itu tergantung dari rencana dan implementasi
pemerintahan yang ada, bukan program mimpi,” tandasnya. (Redaksi)*
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar