Senin, 25 Mei 2015
Jakarta_Barakindo- Instruksi
Presiden (Inpres) tentang Perberasan dinilai selalu bermasalah sejak pemerintahan
SBY hingga Jokowi sekarang ini. Alhasil, Perum Bulog dinilai kesulitan memenuhi
target pengadaan beras pemerintah, karena harga beras di pasaran selalu lebih
tinggi ketimbang Harga Pembelian Pemerintah (HPP) yang ditetapkan dalam Inpres.
"Inpres Perberasan memang selalu problematik sejak dari
pemerintahan SBY sampai pemerintah Jokowi sekarang ini," ujar Guru Besar Universitas
Gadjah Mada, Prof Mochammad Maksum dalam dialog bertema "Beras dan
Kedaulatan Pangan", di Jakarta, Sabtu (23/5/2015).
Jika Bulog "haram" membeli beras di atas Harga Pembelian
Pemerintah (HPP), maka hampir dipastikan cadangan beras nasional yang idealnya
sebanyak 1,5 juta-1,8 juta ton sulit tercapai.
"Bedanya, jaman SBY mudah ditambal importasi. Sementara jamannya
Jokowi dibatasi janji tak akan impor dan kedaulatan pangan," ungkapnya.
Tahun ini, Presiden Jokowi lewat Inpres No.5 tahun 2015 menetapkan HPP
Gabah Kering Panen (GKP) dalam negeri dengan kadar air maksimum 25 persen dan
kadar hampa maksimum 10 persen adalah Rp 3.700 per kilogram (kg) di petani atau
Rp 3.750 per kg di penggilingan. Sementara HPP Gabah Kering Giling (GKG) dengan
kualitas kadar air minum 14 persen dan kotoran maksimum 3 persen adalah Rp
4.600 per kg di penggilingan atau Rp 4.650 per kg di gudang Bulog.
Sedangkan HPP beras kualitas kadar air maksimum 14 persen dengan butir
patah maksimum 20 persen, kadar menir maksimum 2 persen dan derajat sosoh
minimum 95 persen adalah sebesar Rp 7.300 per kg di gudang Bulog.
"Inpres nomor 5 tahun 2015 proporsi harga antara beras Rp 7.300
per kg dan GKP Rp 7.300 per kg, dengan biaya penggilingan Rp 300-Rp 500 per kg,
secara teknis hanya bisa terwujud jika rendemen penggilingannya 66 persen-67
persen. Nah, ini menjadi krisis
akademik, sebab angka rendemen ini tidak pernah ada, meski di laboratium
sekalipun," ungkap Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) tersebut. (Redaksi)*
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar