Senin, 21 Januari 2013
TAK bisa dipungkiri, jika tingkat
korupsi di Indonesia saat ini sudah semakin mengancam peradaban manusia. Korupsi
telah membuat rakyat sebagai pemilik bangsa ini menderita kemiskinan yang berkepanjangan.
Tak terhitung lagi sudah berapa banyak kasus bayi yang kekurangan gizi dan bahkan
gizi buruk. Begitu pula dengan tingkat kematian gelandangan dan pengemis yang
harus meregang nyawah karena tak sanggup lagi menahan lapar. Dan semua itu
adalah akibat dari banyaknya kejahatan korupsi yang terjadi diberbagai belahan
di negeri ini.
Berlandaskan
niat ingin melepaskan bangsa ini dari cengkeraman para pelaku korupsi, maka Barisan
Rakyat Anti Korupsi (Barak) yang menemukan adanya indikasi perbuatan Tindak
Pidana Korupsi (Tipikor) dalam penyelenggaraan anggaran pemeliraan rutin jalan pada
Satuan Kerja Pelaksanaan Jalan Nasional Wilayah III Provinsi Nusa Tenggara
Barat (NTB) menggunakan APBN TA 2012 yang berpotensi merugikan negara sekurang-kurangnya
sekitar sebesar Rp.1,7,
menyampaikan laporan kepada aparat penegak hukum.
Laporan yang dengan
disertai bukti-bukti permulaan yang cukup tersebut, disampaikan kepada Kepala
Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB dengan surat bernomor 058/SK-BARAKINDO.PGD/V/I/2013
tertanggal 14 Januari 2013.
Dalam laporannya tersebut, Barak
menjelaskan kepada aparat hukum, bahwa terdapat sejumlah kejanggalan dalam penyelenggaraan
anggaran pemeliharaan rutin jalan nasional oleh Satker PJN Wilayah III Provinsi
NTB, dintaranya adalah adanya selisih antara nominal anggaran yang tercantum
didalam Surat Perintah Membayar (SPM) dengan anggaran yang terdapat dalam Surat
Perintah Pencairan Dana (SP2D).
Hal itu terjadi seperti pada
penyerapan anggaran yang dikatakan bagi pemeliharaan rutin ruas jalan Imam
Bonjol, dimana anggaran yang tercatat dalam SPM hanyalah sebesar
Rp.37.185.870,00,-, namun dalam SP2D anggaran tersebut diduga membengkak
menjadi sebesar Rp.260.661.890,00,-, sehingga terdapat selisih yang berpotensi
merugikan keuangan negara sekurang-kurangnya sekitar sebesar
Rp.223.476.020,00,- (Rp.260.661.890,00,- - Rp.37.185.870,00,- =
Rp.223.476.020,00,-).
Begitu pula dengan penyerapan anggaran
pemeliharaan rutin jalan Teuku Umar, dimana anggaran yang tercatat dalam SPM
hanyalah sebesar Rp.45.270.770,00,-, namun dalam SP2D anggaran tersebut diduga
membengkak menjadi sebesar Rp.260.661.890,00,-, sehingga terdapat selisih yang
berpotensi merugikan keuangan negara sekurang-kurangnya sekitar sebesar
Rp.215.391.120,00,- (Rp.260.661.890,00,- - Rp.45.270.770,00,- = Rp.215.391.120,00,-).
Demikian pula dengan penyerapan
anggaran pemeliharaan rutin jalan Sudirman, dimana anggaran yang tercatat dalam
SPM hanyalah sebesar Rp.13.114.000,00,-, namun dalam SP2D anggaran tersebut diduga
membengkak menjadi sebesar Rp.165.413.290,00,-, sehingga terdapat selisih yang
berpotensi merugikan keuangan negara sekurang-kurangnya sekitar sebesar
Rp.152.269.290,00,- (Rp.165.413.290,00,- - Rp.13.114.000,00,- =
Rp.152.269.290,00,-).
Indikasi kerugian negara
pun terdapat pada penyerapan anggaran pemeliharaan rutin jalan Soekarno Hatta
sekitar sebesar Rp.147.220.330,00,-, pemeliharaan rutin jalan Achmad Yani sekitar
sebesar Rp.172.513.070,00,-, pemeliharaan rutin jalan Syeh Muhammad sekitar
sebesar Rp.82.401.110,00,-, pemeliharaan rutin jalan Sultan Salahudin sekitar
sebesar Rp.185.975.450,00,-, pemeliharaan rutin jalan Sultan Kaharudin sekitar
sebesar Rp.196.055.190,00,-, pemeliharaan rutin jalan Martadinata sekitar sebesar Rp.186.383.950,00,-, pemeliharaan
rutin jalan Bima-Raba (Jalan Soekarno Hatta) sekitar sebesar Rp.54.828.320,00,-,
pemeliharaan rutin jalan Sutami sekitar sebesar Rp.101.043.870,00,-, dan
penyerapan anggaran pemeliharaan rutin jalan Sonco Tengge-Kumbe yang disinyalir
berpotensi merugikan keuangan negara sekurang-kurangnya sekitar sebesar
Rp.72.922.720,00,-.
Indikasi Pelanggaran
Atas adanya dugaan unsur kelalaian dan
atau kesengajaan yang dapat merugikan keuangan negara sehingga menguntungkan
diri sendiri dan/atau orang lain dalam pelaksanaan proyek pemeliharaan rutin
jalan nasional yang menjadi kewenangan Satker PJN Wilayah III Provinsi NTB,
maka para pihak yang terkait dapat dijerat dengan pasal 2 ayat (1) dan pasal 3
(tiga) Undang- Undang RI No.31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi jo Undang- Undang RI No.20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-
Undang RI No.31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Jika merujuk dari unsur perbuatan dan
indikasi-indikasi yang ada, maka para pihak yang diduga terkait juga dapat
diancam hukuman sesuai pasal 5 dan pasal 6 Undang- Undang RI No.31 Tahun 1999
Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Undang- Undang RI No.20 Tahun
2001 Tentang Perubahan Atas Undang- Undang RI No.31 Tahun 1999 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dan pasal- pasal lainnya dalam UU TPK dan
KUHAP sesuai perkembangan penyelidikan dan penyidikan oleh para penyidik pada
aparat hukum.
Selain itu, Barak juga menjelaskan
bahwa, para pihak terkait diduga melanggar Peraturan Kepala Lembaga Kebijakan
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Nomor 6 Tahun 2012 tentang Petunjuk Teknis
Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 Tentang Perubahan atas Peratuan Presiden
Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Bab VIII Tentang
Tata Cara Swakelola, karena didalam Peraturan Kepala Lembaga Kebijakan
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Nomor 6/2012 pada Bab VIII ayat (2) tentang
jenis pekerjaan swakelola, tidak menyebutkan tentang diperbolehkannya pekerjaan
pemeliharaan rutin jalan dilaksanakan langsung oleh pihak Satker.
Selanjutanya aktivis Barak menduga,
bahwa perbuatan para pihak terkait diatas diduga tidak sesuai dengan pasal 14
ayat (1) dan (2) Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 73/PMK.05/2008 Tentang
Tata Cara Penatausahaandan Penyusunan Laporan Pertanggungjawaban Bendahara
Kementerian Negara/ Lembaga/ Kepala Satuan Kerja atau peraturan pengganti PMK
tersebut. Begitu juga, perbuatan para pihak terkait diduga tidak sesuai dengan
Petunjuk Operasional (POK) DIPA TA 2010 SKPD Dinas Permukinan dan Prasarana
Wilayah No.KU.01.10-Db/279 tertanggal 23 April 2010 dan/atau peraturan
penggantinya, yang menyatakan kepada Satuan Kerja Direktorat/ Balai/
Nonvertikal Tertentu/ Sementara bersama Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) harus
mempunyai rencana kerja tahunan yang dirinci, konprehensif, dan akuntabel, guna
mewujudkan keberhasilan Satuan Kerja, dan rencana kerja yang dimaksud minimal
mencakup jadwal kegiatan utama, personil yang akan melaksanakan kegiatan,
prosedur pelaksanaan kegiatan, dan lain- lain. Hal itu diduga disebabkan
kelalaian Satker PJN Wilayah III Provinsi NTB yang diduga mengakibatkan tidak
adanya pedoman/acuan dalam pelaksanaan pekerjaan swakelola tersebut.
Hal lain yang juga dijelaskan
dalam laporan tersebut adalah, perbuatan para pihak terkait diduga tidak sesuai
dengan Peraturan Presiden Nomor 70 tahun 2012 tentang Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah, diduga tidak sesuai dengan Undang- Undang Nomor 38 tahun 2004
Tentang Jalan, dan diduga melanggar Pasal 22 Undang- Undang Nomor 5 tahun 1999
tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, serta diduga
tidak sesuai dengan Surat Edaran antara Bappenas dan Departemen Keuangan Nomor
1203/D.II/03/2000 – SE-38/A/2000 tertanggal 17 Maret 2010 Tentang Petunjuk
Penyusunan Rencana Anggaran Biaya (RAB) Untuk Jasa Konstruksi dan biaya
langsung Non Personil dan/atau peraturan pengganti dari SE tersebut diatas.
Indikasi Keterlibatan
Sementara para pihak yang dilaporkan
karena diduga terlibat dalam pelaksanaan pekerjaan dan penyerapan anggaran
tersebut, terdiri atas para Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) yang berada dibawah
Satuan Kerja Pelaksanaan Jalan Nasional Wilayah III Provinsi NTB, terutama
Kepala PPK 08 dan Kepala PPK 10, karena diduga menyerap anggaran jauh diatas
nilai yang tertera dalam Surat Perintah Membayar (SPM), yang salah satunya
terindikasi dengan membuat Surat Permintaan Pembayaran (SPP), sehingga
menyebabkan adanya potensi kerugian keuangan negara sekurang-kurangnya sekitar
sebesar Rp.1.790.480.440,00,-.
Selain itu, pejabat Pembuat Surat
Perintah Pencairan Dana (SP2D) pada Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara
(KPPN), juga turut menjadi terlapor, karena diduga dengan sengaja mencairkan
anggaran dengan nilai yang jauh diatas nilai yang tertera dalam SPM.
Kemudian Barak juga melaporkan Kepala
Satker PJN Wilayah III Provinsi NTB, SUARDI, ST.MT, selaku Kuasa Pengguna
Anggaran (KPA) yang diduga tidak melaksanakan tugas dengan benar karena menyetujui
pencairan anggaran meski mengetahui bahwa nilai anggaran yang terserap
menggunakan SP2D lebih besar dari nilai anggaran yang terdapat dalam SP2D,
sehingga menyebabkan adanya potensi kerugian keuangan negara sekurang-kurangnya
sekitar sebesar Rp.1.790.480.440,00,-.
Pihak lain yang juga turut menjadi
terlapor adalah, Kepala Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional VIII (Bali, NTB,
NTT), SUSALIT ALIUS, Ir, CES, selaku atasan langsung dari Kuasa Pengguna
Anggaran (KPA), yang diduga tidak melaksanakan tugas dan kewajiban dengan
sebenarnya dengan tidak melakukan pengawasan dan monitoring atas penyerapan dan
penyelenggaraan anggaran pemeliharaan rutin jalan oleh Satker PJN Wilayah III
Provinsi NTB, sehingga pihak Satker PJN Wilayah III Provinsi NTB diduga dengan
leluasa menyerap anggaran pemeliharaan rutin jalan yang jauh diatas nilai yang
tertera dalam SPM, dan akhirnya menyebabkan adanya potensi kerugian keuangan
negara sekurang-kurangnya sekitar sebesar Rp.1,7. (Redaksi)*
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar