Sabtu, 02 Februari 2013
TIDAK hanya sekali, namun cepatnya
kerusakan yang terjadi pada sejumlah ruas jalan Provinsi dan Kabupaten di
Provinsi Banten, seakan sudah menjadi hal yang lumrah. Lalu apa sebenarnya
penyebab cepatnya kerusakan tersebut? Benarkah karena buruknya kinerja para
pihak terkait?
Ya, tak bisa dipungkiri jika buruknya
kinerja semua pihak terkait diduga menjadi penyebab utamanya. Kuat dugaan bahwa
pekerjaan jalan itu sudah bermasalah sejak awal, mulai dari minimnya Sumber
Daya Manusia (SDM) dari para pejabat pemerintah terkait, perencanaan yang copy paste, pengawasan yang hanya ada
dalam administrasi, dan pelaksanaan yang asal jadi. Hal itu semakin diperparah
dengan lemahnya pengawasan penyelenggaraan anggaran oleh lembaga pemeriksa
keuangan yang diduga masih mengadopsi praktek “bayar sebanyak-banyaknya agar temuan sedikit-dikitnya”.
Minimnya SDM
dari pejabat pemerintahan terkait, bisa ditakar dari capaian kinerjanya. Sebab
jika saja pejabat pemerintahan yang ditunjuk oleh kepala daerah (Baperjakat-Red) memiliki kemampuan untuk merancang
skema penanganan jalan dan jembatan yang sesuai dengan kebutuhan, maka tidak
akan mungkin ada jalan yang baru selesai dibangun bisa langsung mengalami
kerusakan. Dan jika saja para pejabat terkait mengaku mampu dan memiliki
strategi (skema) penanganan jalan dan jembatan yang sesuai kebutuhan, lalu kenapa
pula harus cuaca (alam) yang disalahkan atas setiap kerusakan jalan, terkecuali
kalau tidak lagi percaya terhadap tuhan pencipta alam.
Begitu juga
soal perencanaan yang diduga lebih banyak hasil copy paste. Karena jika saja perencanaan penanganan jalan itu
dilakukan sesuai dengan kebutuhan di masing-masing ruas jalan, maka tidak akan
mungkin ada jalan yang dibangun tanpa memperhatikan kemiringan melintang dan
infrastruktur pendukungnya (drainase-Red).
Dan tidak akan mungkin ada jalan yang baru dibangun bisa langsung mengalami
kerusakan.
Tidak adanya
pengawasan yang sesuai kebutuhan pada saat pelaksanaan pekerjaan juga menjadi
faktor penentu kerusakan jalan. Sebab, pihak pelaksana akan leluasa
memanfaatkan kelemahan pengawasan itu untuk meraup untung besar dari proyek
jalan yang dikerjakannya. Dalam hal ini, sekuat apapun pihak pengawas mengelak,
toh faktanya jalan yang diawasinya
langsung mengalami kerusakan usai dikerjakan.
Selain itu, buruknya
kinerja kontraktor pelaksana juga menjadi persoalan tersendiri. Kuat dugaan,
bahwa masih ada kontraktor pelaksana proyek jalan yang mengabaikan kualitas dan
keselamatan masyarakat pengguna jalan demi meraup keuntungan besar. Tapi,
buruknya kualitas jalan yang dihasilkan tersebut, bukanlah sepenuhnya kesalahan
dari kontraktor itu sendiri, melainkan karena minimnya Sumber Daya Manusia
(SDM) dari para pejabat pemerintah terkait, perencanaan yang copy paste, dan pengawasan yang hanya
ada dalam administrasi.
Dan persoalan lainnya yang hingga kini belum juga terkikis adalah
lemahnya kinerja lembaga pemeriksa keuangan. Selama ini, para pejabat pemeriksa
keuangan terkenal dengan sikap kerasnya selama melakukan pemeriksaan. Tapi
dibalik itu, lembaga pemeriksa keuangan juga sangat dikenal dengan sikap
kerahasiaannya atas hasil pemeriksaan yang dilakukannya. Dan jika-pun hasil
pemeriksaannya di umumkan ke publik, maka hanyalah berupa glondongan. Parahnya lagi, tidak sedikit didapati proyek-proyek
yang telah melalui pemeriksaan oleh lembaga pemeriksa keuangan justeru masuk ke
meja hijau lantaran terindikasi korupsi. Dalam hal ini, petuah yang mengatakan
bahwa “dibalik kerahasiaan sejatinya
terkandung maksud terselubung” kiranya masih lekat dengan lembaga-lembaga
pemeriksa keuangan dinegeri ini.
Jalan
Raya Taktakan & Jalan Waringinkurung
Kerusakan
yang terjadi pada ruas jalan yang baru saja dibangun seperti Jalan Raya
Taktakan dan Jalan Kedung Lesung-Pecarikan di Kecamatan Waringinkurung, adalah
contoh dari buruknya penanganan jalan dinegeri ini.
Jalan Raya
Taktakan misalnya. Sejak dimulainya proses pembangunan, memang sudah terlihat
adanya beberapa kejanggalan, seperti tidak dipersiapkannya drainase yang
memadai, sehingga permukaan jalan lebih rendah dari posisi tanah pada samping
kiri dan kanan jalan. Pada beberapa lokasi (titik), terlihat juga adanya
drainase yang lebih tinggi dari permukaan jalan.
Pada ruas
Jalan Raya Taktakan, umumnya terdapat dua jenis kerusakan, yakni berlubang dan
penurunan setempat.
Lubang-lubang
itu diduga merupakan perkembangan dari jenis kerusakan lain yang tidak segera
ditangani, adanya celah yang memudahkan air hujan meresap kedalam konstruksi
yang ditambah lagi dengan lalu lintas, dan selokam samping yang tidak berfungsi
dengan baik.
Sementara penurunan
setempat diduga akibat dari daya dukung konstruksi jalan yang tidak memadai,
mutu bahan dan pekerjaan konstruksi pekerjaan tidak seragam, dan kurangnya
dukungan samping dari bahu jalan karena konstruksi bahu jalan yang tidak padat.
Dari hasil
penelusuran dan dokumentasi lapangan yang dimiliki Redaksi, sejak awal
pelaksanaan (patching) pra penghamparan aspal (hotmix), diduga penggalian yang dilakukan
pada daerah perkerasan yang mengalami kerusakan tidak mencapai lapisan bawah
yang mantap. Begitu juga bidang galian tidak terlihat tegak lurus dan dasar
galian diduga tidak terlebih dahulu diratakan. Selain itu, setelah lubang
digali dan diisi material (sirtu), diduga tidak dilakukan pemadatan lepis demi
lapis. Tidak hanya itu, pada penanganan selokan (drainase) di Jalan Raya
Taktakan juga diduga bermasalah, karena pekerjaannya dilakukan pada saat hujan
dan semen yang digunakan adalah semen Bosowa.
Hal yang
tidak jauh berbeda juga diduga terjadi pada penanganan Jalan Kedun
Lesung-Pecarikan di Kecamatan Waringikurung. Sebab, kerusakan sama juga terjadi
pada ruas jalan yang baru dibangun itu, yakni berupa lubang, penurunan
setempat, dan gerusan memanjang akibat dari pekerjaan yang diduga tidak
memperhatikan kemiringan badan jalan. (Redaksi)*
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar