Senin, 20 Mei 2013
EDITORIAL: Oleh Redaksi
MENJELANG berakhir masa jabatannya yang kedua, Presiden SBY akhirnya benar-benar
menggunakan hak prerogatifnya dalam menentukan orang yang menjadi pembantunya
dalam kabinet Indonesia Bersatu II. Salah satu keputusan SBY yang paling
mendapat kritikan dari berbagai elemen bangsa, adalah ditunjuknya Chatib Basri
sebagai Menteri Keuangan (Menkeu) yang baru menggantikan Agus Martowardojo yang
kini telah menduduki jabatan baru sebagai Gubernur Bank Indonesia (BI).
Ada pihak yang menganggap, bahwa keputusan
SBY menunjuk Chatib Basri sebagai Menkeu adalah keputusan yang lumrah dan tidak
mengandung makna apa-apa. Namun tidak sedikit kalangan yang menganggap, bahwa keputusan
itu sama saja dengan bunuh diri. Pasalnya, sebagian kalangan menganggap, dengan
masuknya Chatib Basri sebagai Menkeu, sama artinya dengan meliberalisasi
ekonomi Indonesia.
Lalu siapakah sebenarnya Chatib Basri?
Dan kemana arah perekonomian Indonesia akan ia bawa? Jika tidak salah, dalam
sebuah acara persidangan di Mahkamah Konstitusi (MK), ia sempat mengeluarkan
kalimat yang membuat banyak kalangan tercengang. “Kantongi dulu nasionalismemu.
Tidak ada tempat lagi bagi nasionalisme dan kedaulatan ekonomi ditengah terang
benderangnya arus globalisasi”. Kira-kira inilah kalimat yang dengan lantang
dilontarkan Chatib Basri kala itu.
Tidak hanya sekali, dalam berbagai
kesempatan dan wawancara ekslusif dengan media masa pun, Chatib Basri seakan
tidak pernah canggung menyatakan bahwa dirinya adalah penganut ekonomi liberal.
Hal inilah yang membuat sejumlah kalangan kecewa dengan keputusan Presiden SBY,
karena menganggap keputusan itu akan membawa Indonesia menuju duka cita dan
kebangkrutan ekonomi.
Salah satu
pihak yang dengan tegas menyatakan penolakan, adalah mantan anggota DPR-RI dan
deklarator Dewan Penyelamat Negara (Depan), M Hatta Taliwang.
Menurutnya, ekonomi
Indonesia hanya bisa dibangkitkan oleh orang-orang yang mengerti sejarah dan
perdjoangan bapak bangsa. Pemikiran yang akan membawa Indonesia masuk lebih jauh
kedalam cengkeraman kaum liberal lewat antek-anteknya, sama artinya dengan
penghianatan terhadap perdjoangan dan niat awal para pendiri bangsa.
“Untuk
membangun perekonomian, Indonesia tidak membutuhkan boneka kapitalis global.
Karena jika kapitalis bercokol, maka semakin sempurnalah cengkeraman penjajahan
gaya baru (neokolonialisme-red) di
negara ini,” tegasnya.
Pernyataan
yang hampir sama juga diungkapkan pengamat ekonomi, Ichsanuddin Noorsy,
layaknya dilansir VOA. Menurutnya, Chatib Basri akan membuat kebijakan yang
mengarah kepada kepentingan liberalisasi ekonomi di Indonesia. “Jika
menggunakan cara pandang liberalisasi di Indonesia, maka pilihan SBY adalah
tepat, karena Chatib Basri adalah generasi baru dari Sri Mulyani dan
kawan-kawan, untuk melanjutkan kembali kebijakan liberal,” ujarnya.
Dalam catatan
Ichsanuddin, jika merujuk dari upaya perbaikan jaminan sosial dan kualitas
kehidupan ekonomi, maka Chatib Basri bukanlah sosok yang bisa memperbaiki itu. “Seorang
Chatib Basri bukan fighter untuk
itu. Chatib Basri bahkan telah menyerahkan dirinya bagi kepentingan
liberalisasi itu sendiri, dan itulah yang sesungguhnya membuat resah,” ujarnya
menambahkan, bahwa Chatib sangat dekat dengan pengusaha papan atas di
Indonesia, khususnya Aburizal Bakrie.
Sejumlah
sumber menyebutkan, ada segelintir kalangan yang menyambut baik penunjukan
Chatib Basri, karena ia dianggap netral secara politik.
Sementara Chatib
Basri sendiri menjabat sebagai Kepala BKPM sejak 14 Juni 2012, menggantikan
Gita Wirjawan yang menjadi Menteri Perdagangan. Chatib merupakan lulusan
fakultas ekonomi Universitas Indonesia dan kemudian memperoleh gelar Master dan
Doktor dari Australian National University, Canberra. Ia pernah menjabat
sebagai Deputi Menkeu dan wakil ketua Komite Ekonomi Nasional. Pada 2005, ia
juga menjadi anggota tim penasihat untuk the
Indonesian National Team on International Trade Negotiation. Ia juga pernah
menjadi konsultan di sejumlah lembaga internasional, seperti Bank Dunia, USAID,
AUSAID, OECD, hingga UNCTAD. Pendiri CReco
Research Institute itu juga pernah menjadi komisaris di beberapa perusahaan
publik, antara lain PT.Astra International, PT.Semen Gresik Tbk, PT.Astra
Otoparts, dan PT.Indika Energy. (Dari Berbagai Sumber)***
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar