Selasa, 07 Mei 2013
JAKARTA_BARAKINDO- Orientasi
kebijakan pangan pemerintah dinilai perlu diubah, diantaranya dengan memberikan
peran dan kesempatan yang lebih besar kepada petani lokal dalam mewujudkan
kedaulatan pangan bangsa. Hal itu diungkapkan Koordinator Nasional Protanikita,
Bonang, kepada beritabarak.blogspot.com,
Selasa (7/5/2013).
Selama ini,
katanya, pemerintah lebih mementingkan ketersediaan pasokan dalam kebijakan
ketahanan pangan meski harus mengimpor dan meminggirkan nasib petani sendiri. “Akibatnya,
potensi besar pertanian nasional justeru terabaikan, dan rakyat menjadi semakin
bergantung pada pangan produksi petani asing (impor). Hal itu, pada akhirnya
membahayakan kedaulatan negara,” ujar Bonang.
Menurutnya, kedaulatan
pangan adalah benteng pertahanan negara dalam mencegah intervensi pangan dari
pihak asing. “Karenanya, kebijakan pemerintah harus diarahkan kepada kebijakan
yang pro petani lokal. Sebab, kalau pro pertanian, belum tentu pro petani
lokal. Tapi kalau pro petani lokal, maka otomatis pro pertanian,” jelas Bonang.
Desakan agar
pemerintah mewujudkan kedaulatan pangan dalam artian mewujudkan ketahanan
pangan dari sumber dalam negeri, katanya, sudah disuarakan sejak lama.
Pasalnya, pemerintah cenderung memenuhi ketahanan pangan dari pangan produksi
petani asing (impor). Bahkan, kata Bonang, kebergantungan pada impor pangan
masih tinggi. “Untuk mencukupi kebutuhan pangan saja, kita harus impor. Ini
membuktikan kita belum berdaulat pangan, dan ini menjadi persoalan pokok kita,”
katanya.
Dampak dari
pangan produksi petani asing (impor) terhadap petani Indonesia sangat
mengkhawatirkan. Sebab petani lokal semakin termarjinalisasi, karena produk
pertanian pangan lokal kalah bersaing dengan produk petani asing.
“Kalau
produksi ditingkat petani diperbanyak, maka akan berkontribusi pada
perekonomian, khususnya ekonomi lokal. Artinya, aktivitas ekonomi lokal tumbuh
semuanya. Tenaga kerja lokal akan tertampung kalau petani lokal diberdayakan.
Dan kalau sektor pertanian hidup, maka secara otomatis sektor lainnya akan ikut
tumbuh,” jelasnya lagi.
Bonang juga
mengingatkan pemerintah, agar tidak sembrono mengembangkan sektor pertanian.
Sebab kebergantungan yang tinggi pada produk petani asing (impor) bisa
mengguncang perekonomian nasional, yang pada akhirnya mengganggu stabilitas
nasional.
“Kalau
mengandalkan impor, maka kontrol tidak berada ditangan kita, tapi oleh negara
lain, karena mereka yang memasok kebutuhan pangan kita. Kalau terjadi
gonjang-ganjing dinegara asalnya, maka kita bisa kalang kabut. Gonjang-ganjing
Kedelai beberapa waktu lalu adalah salah satu contohnya, “ujar Bonang.
Bonang juga
menjelaskan, upaya untuk mewujudkan kemandirian pangan tidak akan pernah
berhasil selama pemerintah tidak pernah membuat program pemihakan terhadap
petani lokal. “Karenanya, langkah yang harus ditempuh pemerintah, adalah
memastikan agar benih-benih pangan, tekhnologi pertanian, serta tekhnologi
pasca panen tidak bergantung pada impor,” tegasnya.
Benih-benih
berkualitas, lanjut Bonang, bisa dibuat oleh petani yang bekerjasama dengan
Litbang Pertanian dan kampus. Begitu pula di pengolahan dan pertanahan yang
harus ada kepastian. Lahan-lahan harus dikelola oleh petani, bukan diserahkan
kepada investor besar untuk kepentingan nonpangan,
seperti pertambangan, kelapa sawit dan properti.
“Pemerintah
juga harus memperhatikan tekhnologi pasca panen, sehingga petani tidak hanya
menjual bahan mentah, tapi juga mampu menghasilkan produk olahan yang bernilai
tambah. Hal itu membutuhkan insentif dan komitmen kuat pemerintah untuk
membangun industrialisasi berbasis agraris di pedesaan,” ujarnya menambahkan,
bahwa industrialisasi itu akan menampung hasil produksi petani. “Langkah itu
akan memberikan kepastian harga bagi petani, sehingga petani terdorong untuk
berproduksi,” pungkasnya. (Redaksi)*
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar