Jumat, 20 September 2013
Ini Kebijakan Pemerintah atau Begundal Kapitalis?
Analisis
Analisis
Oleh: Danil’s
PEMERINTAHAN SBY-Budiono
kembali menunjukan sikap tidak konsistennya membangun ekonomi pertanian yang
berbasis produksi dalam negeri. Sikap Wakil Presiden, Budiono, yang
memerintahkan Kementerian Perdagangan (Kemendag) agar memberikan izin kepada
siapapun yang ingin mengimpor kedelai, adalah salah satu fakta tentang kebijakan
pemerintah yang pro kapitalis.
Jika dilihat dari berbagai kebijakan pemerintah yang selalu mengatasi
krisis pangan dengan importasi, maka dapat disimpulkan bahwa pemerintah sekarang
adalah “begundalnya” kapitalis. Pemerintah tidak mau bekerja keras membangun
ekonomi pertanian yang berbasis produksi dalam negeri.
Sepintas, impor adalah cara mudah untuk mengatasi krisis bahan pangan,
termasuk kedelai. Namun, sesungguhnya impor adalah gaya kapitalis dalam menjajah
rakyat tani nasional. Para pengusaha hitam yang “didukung” pemerintah, membuat
bahan pangan tertentu menjadi langka dan mahal. Kemudian, barulah mereka membuka
kran impor lebar-lebar. Sehingga
hasilnya adalah, para petani nasional tidak berdaya dan bangkrut dengan
sendirinya.
Yang lebih gila lagi, meskipun Gabungan Koperasi Tahu Tempe Indonesia
(Gakoptindo) belum memiliki pengalaman impor kedelai, namun Kemendag telah memberikan
izin impor sebanyak 125 ribu ton kepada mereka, atau setara 11,36 persen dari
total kedelai yang akan di impor.
Terlihat jelas, bahwa pemerintah hendak melepas tanggungjawab sebagai
penyelenggara negara, dengan melepas para perajin Tahu dan Tempe yang sama
sekali tidak memiliki pengalaman untuk bertarung sendiri-sendiri melawan kehendak
dan kekuasaan kartel impor kedelai. Hasilnya, tentu saja mereka akan kalah
telak. Tidak percaya? Lihat saja hasil akhirnya nanti........ !!!
Kebijakan impor dan pembebasan bea masuk impor kedelai ini adalah
kebijakan yang menjajah. Jadi pantas saja rupiah semakin tidak bernilai dimata
internasonal. Karena tidak lepas dari kebijakan pemerintah yang hobi
menyelesaikan persoalan krisis pangan dengan importasi, tanpa berusaha membangun
kembali produktifitas dan semangat bertani para petani dalam negeri.
Program
Pembodohan
Lihatlah program-program pembodohan yang dibuat oleh pemerintah bagi
para petani nasional, seperti gerakan penanaman 1 miliar pohon. Bagi para
petani terpinggir yang tidak diberikan kemudahan untuk mengakses permodalan,
program itu dianggap sebagai berkah yang harus disambut baik. Sehingga lahan-lahan
sawah tadah hujan dan bahkan yang masih produktif pun habis ditanami pohon Sengon
dan Jabon. Padahal jika memang pemerintah komitmen membangun ketahanan pangan
yang berbasis produksi dalam negeri, sesungguhnya lahan-lahan itu sangat
produktif untuk penanaman padi, kedelai, jagung, dan tanaman-tanaman pangan
lainnya.
Begitu juga generasi bangsa yang selama ini keras menolak penindasan
terhadap rakyat tani miskin. Mereka dijejali dengan seminar-seminar dan program
pembibitan pohon Sengon dan Jabon. Akibatnya, mereka terbuai dan melupakan
pertanian pangan yang telah membesarkan bangsa ini. Mereka tidak lagi perduli
melihat alih fungsi lahan dan impor pangan yang semakin menggila. Dan karena
otak mereka telah dijejali dengan program-program pro kapitalis, mereka pun
akhirnya turut membodohi saudara-saudaranya sendiri (rakyat tani miskin-Red).
Andai saja generasi bangsa ini sadar, betapa mereka telah ditarik masuk
kedalam jurang kejatuhan yang sangat dalam, mungkin masih ada harapan menyemangati
rakyat tani untuk kembali bercocok tanam. Andai saja generasi bangsa ini berani
menolak diberikan tanggungjawab program pembodohan, yang sengaja dirancang oleh
kaum kapitalis bersama begundal-begundalnya dipemerintahan, mungkin masih ada
harapan untuk melepaskan bangsa ini dari cengkeraman kapitalis. Dan seadainya
saja generasi bangsa ini sadar, bahwa mereka tengah menanggung kejahatan kaum
kapitalis yang membabat habis hutan-hutan tropis Indonesia, mungkin masih ada
harapan untuk membangun ketahanan pangan yang berbasis produksi dalam negeri.
Tapi faktanya, generasi bangsa ini sudah jauh masuk kedalam perangkap
yang dibangun para pengusaha kapitalis, yang didukung oleh “begundal-begundalnya”
di pemerintahan. Sehingga mereka pun lupa, betapa “jahatnya” penyelenggaraan
negara saat ini.
Tidakkah generasi bangsa ini sadar, bahwa penanaman Sengon dan Jabon
itu adalah pengganti hutan-hutan tropis Indonesia, yang telah dibabat habis oleh
para pengusaha kapitalis? Kenapa generasi bangsa ini mau menanggung seluruh dosa
para pengusaha kapitalis dan penyelenggara negara yang korup? Kenapa tidak
fokus membangun pertanian dan menolong rakyat tani yang tengah dijajah, baik
oleh kartel-kartel impor pangan, maupun oleh begundal-begundalnya yang sudah
menguasai setiap lini pemerintahan?
Jika saja generasi bangsa ini masih memiliki nurani untuk menolong
saudara-saudaranya sendiri (rakyat tani miskin), agar bisa bangkit dan kembali membangun
kedaulatan pangan, maka peluangnya masih sangat terbuka. Tentu saja dengan menolak
segala program propaganda dan pembodohan, menolak alih fungsi lahan, menolak
impor bahan pangan, dan kembali fokus menggerakkan para petani nasional agar
mau menanam bahan-bahan pangan strategis. Sebab, jika mengharapkan hal itu dilakukan
oleh pemerintah, maka sama saja seperti pungguk merindukan bulan. Karena
faktanya, pemerintah lebih senang menangani krisis pangan menggunakan bahan
pangan impor, ketimbang membuat program yang dapat menggenjot produksi rakyat tani
nasional. Tidak percaya? Lihat saja anggaran bagi program pertanian, berapa yang
dialokasikan oleh pemerintah..........!!! ***
Penulis
Adalah:
Koordinator
Barisan Rakyat Anti Korupsi (Barak), dan
Pemred Barak
Online Group
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar