Kamis, 30 Januari 2014
Kenapa Dibiarkan?
Banten_Barakindo- Para pengusaha di
Kota Baja (Cilegon) Provinsi Banten menyebutkan, bahwa 90 persen perusahaan
yang menjadi rekanan PT.Krakatau Stell Posco (PT.KS Posco) tidak memiliki ijin
alias bodong. Para pengusaha menuding, lemahnya pengawasan oleh Pemerintah Kota
(Pemkot) Cilegon membuat perusahaan-perusahaan bodong itu bebas beroperasi.
Hal itu
terungkap dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Panitia Khusus (Pansus) Raperda
tentang Perijinan Jasa Usaha Konstruksi digedung DPRD Kota Cilegon, Rabu
(29/1/2014) kemarin.
Dalam RDP
yang dihadiri oleh Kementerian Hukum dan HAM, Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Kota
Cilegon, dan para pengusaha itu, Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (Hippi)
melansir, bahwa 90 persen perusahaan bodong yang menjadi rekanan PT.KS Posco
itu adalah perusahaan-perusahaan asal Korea.
Ketua Hippi
Cilegon, M.Irhamna menuturkan, 90 persen perusahaan asal Korea itu tidak
memiliki legalitas yang jelas. “Saya memiliki data yang bias membuktikan kalau
perusahaan-perusahaan itu tidak memiliki legalitas. Mereka hanya memiliki akte
pendirian, namun tidak memiliki Surat Ijin Tempat Usaha (SITU) dan Surat Ijin
Usaha Perdagangan (SIUP),” tegasnya.
Menurut
Irhamna, perusahaan-perusahaan bodong yang menjadi rekanan PT.KS Posco banyak
yang mengerjakan bidang usaha besar, rata-rata Rp.10 miliar. “Bahkan ada yang
nilai paketnya mencapai Rp.50 miliar,” katanya.
Menanggapi
hal itu, Koordinator Barisan Rakyat Anti Korupsi (Barak), Danil’s mengherankan
sikap PT.KS Posco yang memberikan pekerjaan kepada perusahaan yang tidak memiliki
SITU dan SIUP. “Apa dasarnya bagi PT.KS Posco untuk “menunjuk”
perusahaan-perusahaan yang diduga bodong itu mengerjakan paket dengan nilai
yang fantastis, jika memang benar perusahaan tersebut “illegal”,” ujar Danil’s.
Ia juga
mempertanyakan proses lelang/tender pada perusahaan kerjasama Indonesia-Korea
tersebut. “Apa mungkin paket-paket yang dilansir Hippi itu tidak melalui
lelang/tender? Kalau seperti itu, maka patut diduga bahwa PT.KS Posco bisa
dijerat dengan pasal 22 UU Nomor 5/1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat,” pungkasnya. (Redaksi)*
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar