Jumat, 03 Oktober 2014
Oleh: Danil’s
SETELAH terpilih menjadi
Ketua DPR-RI periode 2014-2019, nama Setya Novanto kembali menjadi perbincangan
hangat publik. Kali ini nama Bendahara Umum Partai Golkar itu ramai dibicarakan
bukan karena prestasinya hingga mampu mencapai jabatan sebagai Ketua DPR, tapi
lebih karena sejumlah kasus hukum yang menyeret namanya.
Dari catatan dan informasi yang dikumpulkan Barisan Rakyat Anti Korupsi
(Barak), nama Setya Novanto setidaknya disebut-sebut dalam kasus penyelundupan 60.000
ton beras dari Vietnam pada tahun 2010. Namun hingga kini, kasus tersebut tak
jelas rimbanya.
Selain itu, nama Setya Novanto juga disebut-sebut dalam skandal cessie Bank Bali senilai Rp.546 miliar,
meskipun hingga kini status hukumnya belum jelas juga. Dalam kasus ini, Kejaksaan
Agung (Kejagung) hanya memproses Joko Tjandra hingga ke Pengadilan, selebihnya
tidak jelas lagi duduk perkaranya.
Selanjutnya, nama Setya Novanto juga disebut-sebut dalam perkara
korupsi proyek pembangunan lapangan menembak di Pekan Olahraga Nasional (PON)
Riau tahun 2012 lalu. Seperti diketahui, dalam kasus PON Riau, Pegadilan
Tipikor mengganjar Gubernur Riau, Rusli Zainal dengan pidana penjara 14 tahun dan
denda Rp.1 miliar. Namun di tingkat banding, hukuman pidana Rusli dikurangi
menjadi 10 tahun penjara dan dendanya tetap sama.
Dalam kasus suap pengurusan revisi Peratura Daerah (Perda) Nomor 6
Tahun 2010 tentang pembangunan lapangan menembak PON Riau, Rusli Zainal diduga
memerintahkan mantan Kadispora Riau, Lukman Abbas, memberikan suap sebesar Rp.9
miliar kepada anggota DPR Setya Novanto dan Kahar Muzakir. Namun lagi-lagi
status hukum Setya Novanto dalam kasus tersebut tidak jelas juntrungannya.
Kini, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Abraham Samad pun
menyesalkan terpilihnya Setya Novanto sebagai Ketua DPR, karena menganggap Setya
Novanto berpotensi memiliki masalah hukum dikemudian hari.
Merujuk pada beberapa kasus dugaan korupsi yang menyeret nama Setya
Novanto, semestinya KPK tidak perlu lagi berkomentar banyak. Cukup kumpulkan
dua alat bukti yang syah, lalu tangkap saja orangnya. Sebab, kalau status hukum
Setya Novanto tidak diperjelas, maka selamanya publik akan meragukan kredibilitas
dan integritas DPR, karena dipimpin oleh figur yang belum jelas status hukumnya,
terlebih menyangkut dengan pemberantasan korupsi. Begitu pula produk-produk DPR
yang akan sangat diragukan nantinya. Karenanya, beranikah KPK “menangkap” Setya
Novanto ???
Tak hanya KPK, sejumlah elemen masyarakat seperti Indonesia Corruption
Watch (ICW) pun menyesalkan terpilihnya politisi Golkar, Setya Novanto, menjadi
Ketua DPR. ICW bahkan menganggap Parpol-Parpol yang tergabung dalam Koalisi
Merah Putih (KMP) mengabaikan integritas dan komitmen pemberantasan korupsi
ketika menyodorkan nama Setya Novanto yang patut diragukan.
Bukan hanya Setya Novanto, dengan masuknya Fadli Zon (Gerindra), Agus
Hermanto (Demokrat), Fahri Hamzah (PKS) dan Taufik Kurniawan (PAN) sebagai
unsur pimpinan DPR, dikhawatirkan menjadi titik awal pelemahan KPK, lewat
revisi UU Tipikor dan KPK. Terlebih lagi dengan adanya wacana pembubaran KPK
yang pernah dilontarkan Fahri Hamzah.
Lalu beranikah KPK menangkap Setya Novanto ??? Itu adalah pertanyaan lain setelah KPK benar-benar memiliki dua alat bukti yang syah dihadapan hukum. Sebab, jika KPK benar-benar mampu mengumpulkan dua alat bukti yang syah dan lalu menangkap Setya Novanto, maka akan timbul pertanyaan lain lagi, “benarkah Setya Novanto menjadi “tumbal drama berseri” di Senayan ??? Sama-sama kita simak kelanjutannya ?!? ***
Penulis adalah: Koordinator Barak
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar