Selasa, 18 November 2014


Barak Minta Audit Menyeluruh, Termasuk Kemenhub & Pemprov

Jateng_Barakindo- Setelah sebelumnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masuk menelisik, kini giliran Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) akan melakukan Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT) atas penyelenggaraan anggaran jalan dan jembatan nasional di jalur pantai utara (Pantura). Pelaksanaan proyek tersebut dinilai tidak efektif sehingga dinilai banyak kalangan sebagai proyek abadi.

BPK memperioritaskan pemeriksaan pada ruas jalan sejak dari Karawang hingga Losari sepanjang 273 Km. Hal itu diungkapkan anggota IV BPK Bidang Infrastruktur Rizal Djalil, beberapa hari lalu. "Pemeriksaan diperkirakan akan selesai dalam waktu tiga bulan," kata Rizal.

Menurutnya, audit yang dilakukan BPK untuk melihat sejauh mana terpenuhinya aspek efektivitas, efisiensi, dan ekonomis. Selain itu, BPK akan melihat kepatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan dalam penyelenggaraan jalan dan jembatan nasional di jalur pantura.

Proyek perbaikan jalan di jalur pantura dilakukan setiap tahun dengan menghabiskan anggaran yang relatif besar. Pada 2013, BPK mencatat anggaran perbaikan jalan di pantura mencapai Rp.245,831 miliar dengan realisasi sebesar Rp.228,266 miliar. Tahun ini, anggaran perbaikan naik menjadi Rp.424,388 miliar dengan realisasi Rp.293,098 miliar.

Meski demikian, lanjutnya, pemeriksaan tidak hanya mencakup aspek finansial, tapi juga mencakup aspek teknis dan sosial. Pemeriksaan dilakukan menyeluruh karena proyek pantura juga menimbulkan masalah sosial sehingga kerap ditentang masyarakat. Untuk mengaudit dari aspek teknis, BPK akan menggandeng auditor dengan latar belakang teknis serta para ahli dari ITB dan UI. 

Selain itu, BPK menilai, penyelenggaraan jalan dan jembatan nasional yang dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat di 10 Provinsi belum efektif. Kesimpulan ini didasarkan atas hasil pemeriksaan kinerja Penyelenggaraan Jalan dan Jembatan Nasional tahun 2012 dan 2013 yang dilakukan oleh BPK.

Ketua BPK Harry Azhar Aziz mengatakan, ada sejumlah masalah dalam penyelenggaraan jalan, seperti pelaksanaan kontrak berbasis kinerja pada paket pekerjaan Ciasem-Pamanukan di Jawa Barat yang hasilnya dinilai tidak efektif. "BPK juga menemukan pengawasan atas pelanggaran batas muatan kendaraan yang melintas pada ruas jalan nasional jalur pantura di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur kurang terkoordinasi dan tidak efektif sehingga mengakibatkan kerusakan jalan," kata Harry.

Dikonfirmasi mengenai audit tersebut, Dirjen Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Djoko Murjanto mengatakan, pihaknya akan bersikap terbuka dan transparan. "Silakan saja diaudit karena itu memang tugas dan kewenangan BPK," ujarnya.

Kepadatan di jalur pantura dinilai terjadi karena selama ini tidak ada jalur alternatif. Dari sisi sistem jaringan jalan, idealnya pantura harus dilengkapi dengan jalan lain, yaitu jalan tol.

Djoko tak menampik masih banyak truk melebihi batas muatan yang melintasi jalur pantura. Menurutnya, masalah ini harus diselesaikan lintas kementerian. Hingga saat ini, Djoko mengaku belum ada upaya yang bisa dilakukan untuk mengurangi banyaknya kendaraan besar yang melintas di pantura. "Makanya, kita kebut penyelesaian jalan tol, termasuk Cikampek-Palimanan, harapannya sebelum Lebaran tahun depan sudah bisa dioperasikan," katanya.

Selain membangun jalan tol, penyelesaian jalur kereta api double track diyakini mampu mengurangi volume kendaraan. Pemerintah dinilai juga perlu mengaktifkan pengangkutan barang lewat laut, sehingga barang-barang yang berasal dari Indonesia bagian timur tidak perlu berlabuh ke Tanjung Perak Surabaya, tetapi langsung menuju Pelabuhan Tanjung Priok.

Audit Kemenhub & Pemprov
Dipihak lain, Koordinator Barisan Rakyat Anti Korupsi (Barak), Danil’s, meminta BPK tidak sekedar mengaudit anggaran dan fisik proyek yang dibangun oleh Kementerian PU & Pera, tapi juga mengaudit secara menyeluruh.

“Kalau hanya mengaudit fisik dan anggaran, itu bukan audit namanya. Audit juga Kementerian Perhubungan yang mengeluarkan izin operasi kendaraan-kendaraan berat yang tidak sesuai dengan kapasitas jalan. Begitu pula Pemprov Jabar, Jateng, dan Jatim yang tidak berani menindak tegas kendaraan yang membawa muatan melebihi Muatan Sumbu Terberat (MST) jalan,” tegas Danil’s.

Ia juga menjelaskan, bahwa jalan nasional dirancang untuk tonase tertentu. “Lihat saja kendaraan-kendaraan yang melewati jalur Pantura, hampir semua kendaraan kontainer, tronton dan truk gandeng membawa muatan hampir dua kali lipat dari MST jalan. Ini juga harus mendapat perhatian yang sama. Karena sebaik apapun jalan dan jembatan yang dibangun, jika setiap saat dilewati oleh kendaraan-kendaraan over kapasitas, maka akan hancur sebelum waktunya,” jelasnya.

Menurut Danil’s, kapasitas jalan dan jembatan pada jalur Pantura sudah tidak memenuhi syarat lagi, mengingat kapasitas dan intensitas kendaraan yang sangat tinggi. “Selain mempercepat penyelesaian jalan tol Cikampek-Palimanan, maka penambahan lajur pada sisi kiri dan kanan pun perlu dipikirkan. Hanya dengan seperti itu, truk-truk besar itu bisa dibuatkan jalur tersendiri,” pungkasnya. (Redaksi)*

0 komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.

Kategori Berita

Recent Posts


Statistik Pengunjung