Sabtu, 10 Januari 2015


Jakarta_Barakindo- Di Hari Lahir (Harlah) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) yang ke-42 pada Sabtu (10/1/2015) ini, kaum Marhaen, terutama Rakyat Tani Miskin (RTM) yang selama ini menjadi pendukung setia Partai Politik (Parpol) berlambang kepala Banteng bermoncong putih itu, berharap banyak adanya keberpihakan terhadap nasib mereka.

Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Prof Moch Maksum menuturkan, perhelatan Harlah PDI-P kali ini sangat bermakna, betapa perjuangan panjangnya telah membawa pergeseran dari posisinya sebagai partai oposisi menjadi partai Pemerintah. Adalah kemenangan Jokowi-JK yang telah merubah wajah PDI-P pada perayaan Harlah yang mengambil tema “Berjuang Untuk Kesejahteraan Rakyat” kali ini.

“Banyak sekali maknanya bagi PDIP, terutama elitnya yang duduk sebagai anggota DPR dan DPRD, anggota Kabinet Kerja (KK), dan sebagainya, selepas euforia kemenangan dalam Pemilu dan Pilpres. Tapi tidak demikian dengan Kaum Marhaen, utamanya RTM yang setia hidup di desa, meski selama ini harus menderita dalam kedlaliman Negara,” ujarnya.

Guru Besar UGM itu juga menjelaskan, euforia elitis ternyata belum memberikan makna bagi kaum Marhaen, karena masih tidak jelasnya arah perjalanan kiblat kebangsaan. “Boleh jadi Inilah waktu yang tepat bagi kaum Marhaen yang tergabung sebagai warga PDI-P untuk menagih janji PDI-P sebagai partai utama pengawal Jokowi-JK dan KK,” katanya.

Banyak alasan untuk menagih janji itu bagi kaum Marhaen, utamanya RTM yang selama ini adalah mayoritas konstituen Jokowi-JK.  Karena telah sekian lama RTM terdlalimi dalam aneka kebijakan yang bak terorisme, setiap saat senantiasa makin dlalim dan memiskinkan RTM.

“Janji perubahan PDI-P, Jokowi-JK dan KK, sudah waktunya ditagih kaum Marhaen. Karena hakekatnya, Marhaenisme adalah ideologi yang menentang penindasan manusia atas manusia dan bangsa atas bangsa. Jikalau PDI-P masih bersentral pada inti ajaran Bung Karno ini, tentu RTM harus mengingatkan PDI-P yang janjinya sekian lama adalah Kedaulatan Pangan (KP),” tegasnya.

Penguatan janji itu, lanjutnya, makin terlihat ketika kampanye Pilpres yang menjanjikan kesejahteraan RTM melalui KP, dan disosialisasikan sebagai terget utama dalam Kampanye Jokowi-JK. “Sayangnya, janji yang terukur itu sekarang masih berwujud janji. Kaum marhaen pantang berpangku tangan. Janji programatik KP sebagai mainstream kinerja KK selalu digembar-gemborkan selama ini, seratus hari pertama ternyata tidak menunjukkan bangunan road map yang jelas dan rasional. Tidak ada itu. Kecuali irrasional. Marhaen wajib meluruskan rasioanalitas KK ini,” tegasnya lagi.

Kaum Marhaen, tambahnya, harus pula mengawal bahwa KK wajib menjawab amanat legal beberapa UU tentang kedaulatan, antara lain UU No 18/2012 tentang Pangan, UU No 19/2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani, UU No 6/2014 tentang Desa, dan UU No 7/2014 tentang Perdagangan. “Perintah KP beberapa dokumen legal ini teramat jelas dan terukur,” katanya.

Kesatuan dari perihal yang disebutkan, sampai sekarang hanya dijawab dengan
ketidakjelasan arah dan road map menuju KP, serta kesimpang-siuran pelembagaan KP dalam seratus hari pertama KK. “Ini alasan mendasar bagi umat Marhaen untuk menagih janji PDI-P dalam Harlahnya, agar segera meluruskan Kiblat KK menuju pengarusutamaan KP. Itulah hak kaum Marhaen sebagai komponen utama PDI-P,” tandasnya menambahkan, ada persoalan sederhana yang harus segera dijawab, yakni lembaga mana yang bertanggung jawab ketika KP Republik Indonesia nanti amburadul? “Sudah pasti tidak ada yang menjawab, karena lembaga yang bertanggungjawab terhadap KP memang tidak pernah ada dalam KK,... Na'udzu Billaaaaah...,” pungkasnya. (Redaksi)***

0 komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.

Kategori Berita

Recent Posts


Statistik Pengunjung