Selasa, 03 Februari 2015


Ari Soemarno dibelakang Rini !!!

(SAMBUNGAN)- Disinilah publik harus cerdik mencermati, bahwa dibelakang Rini berdiri sosok Ari Soemarno, sang maestro dunia migas yang menyiapkan langkah cadangan dengan merapat ke Jusuf Kalla. Ari Sumarno juga dikenal sebagai arsitek awal SBY dalam mempersebahkan Blok Cepu kepada Exxon Mobil sebagai hadiah atas dukungan politik Amerika terhadap SBY. Ari Soemarno adalah eks Dirut Petral. Sesuai kapasitasnya sebagai mentan Dirut Petral, Ari sungguh mengetahui permainan jual beli minyak, dan sangat mengenal sepak terjang Mohammad Reza yang ikut dia besarkan. Namun Ari memiliki skenario sendiri.

Keberhasilannya atas Blok Cepu, membuka lebar jalan bagi Ari untuk memainkan perannya sendiri, sehingga Ari pun merancang Integrated Supply Chain (ISC), yang pada dasarnya untuk memusatkan poros mafia Migas ditangannya. Intelijen SBY pun menangkap sinyalemen itu, sehingga Ari dianggap berkhianat, dan nasib Ari pun selesai hanya dalam waktu beberapa bulan setelah Blok Cepu berhasil mulus diserah-terimakan.

Sebagai seorang Maestro Migas, Ari tak kehilangan akal, langkah mudur satu langkah untuk mengambil awalan seribu langkahpun ia jalankan. Rini ditugaskan merapat ke Megawati, dan dirinya sendiri merapat ke JK, sosok yang dikemudian hari terbukti menjadi pendamping Jokowi.

Ketika semua skenario berjalan mulus, dengan gesit Rini melepaskan dirinya dari Megawati. Alasan populis pun digunakan, yakni melindungi Jokowi dari kekangan Megawati. Rini bahkan dengan cepat mengkonsolidasikan kekuasaannya, karena dia “ingin menguasai semuanya”. Hal itu terlihat dari pemilihan Dirut Pertamina, dimana Rini menjagokan Hanung Budya yang kemudian ditolak mentah-mentah oleh kelompok nasionalis di Istana yang memunculkan nama seorang yang meskipun tidak memiliki pengalaman di Pertamina namun memiliki kendali politik yang kuat untuk mendukung agenda “Trisakti”.

Rini adalah orang yang sangat sensitif soal penempatan orang-orang di BUMN sektor energy. Pripsipnya, ia ingin semua perusahaan BUMN sektor energy dikendalikan oleh orang-orang dia sendiri. Selain itu, Rini dengan cerdik menjalankan lobi politik untuk mengalokasikan dana sebesar Rp 5,6 triliun ke Bank Mandiri. Hal ini kemudian memunculkan pertanyaan, kenapa harus Bank Mandiri yang secara keuangan dinyatakan sehat dan segara??? Kenapa tidak bank-bank lain seperti Bank BTN untuk memperkuat struktur pembiayaan rumah murah untuk rakyat banyak??? Jawabannya sederhana, silahkan di cek berapa hutang Rini di Bank Mandiri? Termasuk juga deal antara Rini dengan Dirut Bank Mandiri, Budi Gunadi Sadikin, dimana Budi dijanjikan untuk menjadi Dirut Bank BRI.

Bak setali tiga uang, ambisi Rini untuk membatasi bisnis keluarga besar JK dibidang energy pun dijalankan. Maka sosok Sofyan Baasir yang mulai kehilangan patron politiknya pun dirangkul. Tanpa persetujuan Jokowi, sosok yang tidak ramah dikalangan relawan Jokowi itu melenggang mulus menjadi Dirut PLN. Disinilah akses Ari Soemarno menjadi semakin luas.

Selanjutnya, lowongnya Dirut BRI pun menjadikan Rini semakin percaya diri, sehingga Budi Gunadi Sadikin mulus melenggang ke BRI. Secara politik, Rini disebut-sebut menggaransi Budi Gunadi dengan alasan penguasaan BRI menjadi sangat penting untuk menjaga jiwa kerakyatan Jokowi. Namun itu hanyalah akal-akalan untuk menutupi hutangnya di Bank Mandiri, yang dikompensasikan juga dengan PMN Rp 5,6 triliun.

Ketika Rini ingin menguasai semuanya, maka iapun harus bisa menutup akses kebijakan politik partai-partai pengusung Jokowi-JK, tak terkecuali PDI Perjuangan selaku partai pengusung utama Jokowi yang sama sekali tidak mendapatkan akses ke Istana. Itu terlihat dari tidak adanya petinggi-petinggi PDI Perjuangan di Istana. Namun apa mau dikata, publik terlanjur menilai bahwa Jokowi disetir oleh Megawati. Lalu bagaimana Megawati bisa mengendalikan kebijakan-kebijakan Jokowi jika PDI Perjuangan sama sekali tidak jabatan dan kekuatan politik dalam ring satu Jokowi ???

Begitu pula dalam kasus Sonagol yang secara cepat disodorkan oleh Surya Paloh. Semula Rini sempat kalah star. Namun disinilah dia piawai memainkan perannya, dan disini pula-lah awal terciptanya Trio Macan Istana. Luhut dengan ambisi keuasaan dan bisnis minyak serta senjatanya, dan Andi sebagai agen LSM Internasional liberal, dan Rini sebagai wakil kaum profesional “tanpa kepentingan”.

Maka, Rini pun selalu tampil ke depan terkait kebijakan Migas. Setiap kali ada pembangunan kilang minyak, pasti ditikung Rini. Maka tak heran jika saat ini JK pun tengah menguji kekuatan Rini terkait pembangunan kilang minyak jalur Korea Selatan lewat kelompo bisnisnya yang cenderung lemah, yakin Saga. Alhasil, hingga kini Rini belum beraksi.

Perlu dicatat, “Rini-lah yang paling bertanggungjawab atas kebijakan harga BBM sesuai harga pasar. Rini juga yang membawa ekonomi Indonesia masuk kedalam ekonomi pasar, sehingga rakyat digebuki oleh modal asing, tanpa ada seuatu yang kuat untuk memproteksi dan membangun ekonomi berbasis kerakyatan”.

“Rini juga yang merancang dana injeksi BUMN sebesar Rp 67 triliun, yang disinyalir untuk kepentingan politik. Inilah kudeta paling brutal dari arah nawacita yang seungguhnya. Mestinya, dana Rp 67 triliun itu digunakan untuk membuka lapangan pekerjaan bagi rakyat banyak. (BERSAMBUNG)*

0 komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.

Kategori Berita

Recent Posts


Statistik Pengunjung