Senin, 02 Maret 2015
Telaah
MAHALNYA harga beras dalam
beberapa waktu terakhir membuat rakyat menjerit, terlebih bagi Keluarga Miskin (Gakin)
yang hidup dibawah garis kemiskinan. Jika ditelisik dari sejumlah fakta yang
mengemuka, maka tidak lagi dapat dibantah bahwa ada mafia yang bermain dibalik
melambungnya harga beras tersebut.
Bukan hanya pengamat, geram dengan permainan mafia beras, Presiden
Jokowi bahkan memerintahkan kepada aparat hukum agar menangkap para mafia yang
terbukti bermain dalam tata niaga beras.
Jokowi menilai, pihak-pihak (mafia-red)
yang bermain dengan memanfaatkan situasi tata niaga beras memiliki tujuan agar
pemerintah membuka keran impor.
Jakarta, Seruu.com- Presiden Joko Widodo (Jokowi) menilai ada pihak
yang ingin memanfaatkan situasi alias "bermain" dalam tata niaga
beras agar kemudian pemerintah memutuskan membuka keran impor yang akan menguntungkan
pihak-pihak tertentu.
Dalam situasi harga beras yang mencekik leher, tiba-tiba Perum Bulog bicara
kenaikan harga beras disebabkan kekosongan stok medio November-Desember 2014 hingga
Januari 2015. Seperti dikemukakan Direktur Pelayanan Publik Perum Bulog, Leli
Pritasari Subekti.
Pernyataan Leli itu sekaligus merespon adanya mafia yang bermain
seperti yang diungkapkan Presiden Jokowi. Hal ini tentu membingungkan rakyat sebagai
penerima manfaat dari buruknya pelayanan pemerintah terkait tata niaga beras.
Pernyataan Leli ternyata tidak hanya merespon pernyataan Presiden, tapi
sekaligus membantah pernyataan Wakil Presiden Jusuf Kalla soal aman-nya stok
beras nasional. Menurut JK, stok beras nasional akan tetap aman, sebab ketika
ia menjadi Ketua Bulog, stok nasional hanya 500.000 ton. Karenanya JK yakin
stok 1,4 juta ton (tidak termasik Raskin 300.000 ton) itu berada pada posisi
aman untuk mencukupi kebutuhan nasional.
Lalu kenapa Perum Bulog tiba-tiba menggelar jumpa pers dengan menyatakan
bahwa pemerintah kekurangan stok beras? Sebenarnya peran apa yang tengah
dimainkan Perum Bulog? Sebab, pada satu kesempatan, Direktur Bahan Pokok dan
Barang Strategis (Bapokstra) Ditjen Perdagangan Dalam Negeri, Robert J Bintaryo
menyatakan, bahwa gejolak harga beras terjadi karena keterlambatan dan
kurangnya pasokan beras untuk 15,5 juta Rakyat Miskin (Raskin), khususnya
November-Desember.
Melonjaknya harga beras, menurut Robert, lebih disebabkan masalah stok
dan distribusi. Operasi Pasar (OP) yang dilakukan Bulog setiap kali terjadi
lonjakan harga beras, menurutnya tidak efektif. Karena tidak benar-benar
menjangkau masyarakat miskin. Tidak efektifnya OP Bulog, karena Bulog
menggandeng pedagang, dan dilapangan tidak ada pedagang yang menjual beras
seharga Rp 7.400,- per Kg, meskipun Bulog telah menggelontorkan 75.000 ton
beras.***
Oleh: Redaksi
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar