Senin, 30 Maret 2015
Jakarta_Barakindo- Direktur
Utama Perum Bulog, Lenny Sugihat menganggap wajar kualitas beras miskin
(raskin) berkutu dan bau apek. Hal itu, katanya, disebabkan keterbatasan
infrastruktur. Lenny juga mengakui banyak mendapat laporan dari masyarakat yang
mengeluhkan kualitas raskin bau dan berkutu tersebut.
"Sepanjang tahun Perum Bulog harus menjaga kualitas beras. Kami
akui sering ada keluhan soal raskin berkutu dan apek. Tapi tidak ada niat Bulog
untuk menyajikan beras yang ada lauknya," kata Lenny.
Masalah beras berkutu, katanya, bisa dikurangi dengan penyemprotan
bahan kimia. Namun hal itu tidak dibenarkan. "Bisa saja Bulog melakukan
penyemprotan cairan formalin. Pasti mati semua kutunya. Tapi itu tidak
dibenarkan," kata Lenny dengan nada canda.
Masalah raskin lainnya, lanjut dia, adalah pendistribusian raskin
kepada 15,5 juta Rumah Tangga Sasaran (RTS) yang cukup luas hingga daerah
terpencil dengan harga tebus yang harus sama, yakni sebesar Rp 1.600 per Kg. "Bulog
harus mendistribusikan sampai ke Boven Digoel (Papua) dengan harga yang
sama," imbuhnya.
Selain raskin, secara umum masalah yang dialami Bulog antara lain kualitas
beras Bulog lebih rendah dibandingkan beras yang dihasilkan perusahaan swasta.
Hal itu karena proses penggilingan dan pengolahan beras oleh Bulog masih
dilakukan secara tradisional.
"Kami memiliki 182.000 penggilingan UKM (rekanan Bulog). Mohon
maaf, butir patah dan kotorannya banyak, bisa temui kerikil kecil karena di
Jawa Timur jemur gabah dipinggir jalan, di injak motor dan mobil, serta
pengolahannya pakai handling pasca
panen, sehingga menurunkan kualitas," ujarnya dalam diskusi terbatas
bertema 'Politik Beras di Era
Pemerintahan Jokowi-JK' di kantor KAHMI, Jalan Turi, Kebayoran Baru,
Jakarta, Jumat (27/03/2015) kemarin.
Masalah lain yang dialami Bulog, adalah Cadangan Beras Pemerintah
(CBP). Menurut Badan Pangan Dunia (FAO), angka ideal CBP suatu negara adalah
1,5 juta ton hingga 1,8 juta ton. Namun saat ini stok CBP yang dimiliki Bulog
di bawah ideal.
"Untuk CBP 1,5 juta ton butuh dana sebesar Rp 16 triliun. Nah, sekarang tidak ada dana yang di drop pemerintah untuk CBP," cetus
Lenny layaknya dilansir detikfinance. (Redaksi)*
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar