Sabtu, 08 Agustus 2015


NTT_Barakindo- Setelah sebelumnya kasus dugaan korupsi proyek Halikelen menjadi sorotan publik, kini giliran pembangunan Jembatan Petuk I, II dan III serta peningkatan jalan nasional lingkar luar Kota Kupang (Jalur 40-red) yang diduga syarat praktek Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Pasalnya, proyek bernilai ratusan miliar itu diduga tidak sesuai spek.

“Patut diduga proyek tersebut syarat KKN. Lihat saja kualitas kerjanya, belum apa-apa sejumlah bagian dari jembatan itu sudah rusak, padahal baru selesai dikerjakan pada akhir TA 2014,” ujar Herman (43), warga  Kelurahan Naimata, Kecamatan Maulafa, Kota Kupang.

Herman juga menjelaskan, mestinya jembatan tersebut dibangun menggunakan batu kali, tapi yang mereka (kontraktor-red) pakai adalah batu karang. “Zat kapur pada batu karang itu kan sangat tinggi. Jadi gampang patah kalau terus menerima getaran dan dilewati kendaraan dengan beban melebihi kapasitas jembatan,” kata Herman.

Karenanya, Herman meminta aparat hukum menyelidiki proyek tersebut. “Proyek baru dikerjakan kok sudah rusak. Saat ini, kualitas jalan lingkar luar Kota Kupang terdapat lubang sana sini, padahal baru selesai dikerjakan,” tandasnya seperti dilansir sergapntt beberapa waktu lalu.

Pantauan wartawan, Minggu (2/8/2015), jembatan Petuk II tinggal pengecatan yang belum dilakukan. Namun sejumlah bagian jembatan terlihat retak-retak kecil, dan lantai saluran yang berada di kolong jembatan sudah mulai rusak.

Jembatan Petuk III (2×40 meter) dibangun menggunakan APBN tahun 2014 senilai Rp.32.501.829.000,00,- dan Petuk II dengan nilai kontrak Rp.85.232.870.000,00,-. Proyek-proyek tersebut menjadi kewenangan Satuan Kerja Pelaksanaan Jalan Nasional (Satker PJN) Wilayah I Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).

Pembangunan jembatan Petuk I, Petuk II dan Petuk III juga terancam mubazir. Sebab, lahan yang akan menjadi badan jalan yang dihubungkan oleh ketiga jembatan itu telah ditempati warga, bahkan sekitar 10 Kepala Keluarga (KK) telah membangun rumah permanen diatasnya.

Menanggapi hal itu, Kepala Satuan Kerja Pelaksanaan Jalan Nasional (Kasatker PJN) Wilayah I Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Nikolaus A.G. Botha membenarkan jika proyek tersebut menjadi kewenangan pihaknya.

Menanggapi dugaan penggunaan material yang disinyalir tidak sesuai spek, Nikolaus mengatakan, dalam kontrak tidak disebutkan secara spesifik apakah batu kali atau batu karang yang harus digunakan sebagai material konstruksi jembatan. “Dalam kontrak hanya disebutkan tentang syarat mutu/kualitas dari batu yang boleh digunakan,” jelasnya.

Ia juga menjelaskan, sebelumnya jalan tersebut masih non status. Baru pada TA 2015 ini resmi menjadi kewenangan pemerintah pusat (Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PU Pera)). “Kami sedang mengusahakan untuk pembebasan lahannya,” tendasnya. (Redaksi)*

0 komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.

Kategori Berita

Recent Posts


Statistik Pengunjung