Kamis, 28 Januari 2016
Praktik Suap Sudah Biasa
Jakarta_Barakindo- Penyidikan
kasus suap yang melibatkan Chief Executif
Officer PT. Windhu Tunggal Utama (PT WTU), Abdul Khoir, dan Anggota Komisi
V DPR, Damayanti Wisnu Putranti (DWP) terus bergulir. Selain memeriksa Anggota
Komisi V DPR, Budi Supriyanto, dan bos PT Cahaya Mas Perkasa, Soe Kok Seng, KPK
juga telah memeriksa Kepala Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) IX Maluku
dan Maluku Utara pada Ditjen Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat (PUPR), Amran Hl Mustary.
Kepada media, Amran mengungkap sejumlah nama pejabat Kementerian PUPR
yang turut hadir dalam pertemuan dengan Damayanti Wisnu Putranti (DWP) pada
Agustus 2015 lalu.
“Selain saya, yang hadir dari pihak pemerintah ada Direktur Jalan Bebas
Hambatan, Perkotaan, dan Fasilitasi Jalan Daerah pada Ditjen Bina Marga,
Subagio, Direktur Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman pada Ditjen
Cipta Karya, Dodi Krispratnadi, dan Kepala Balai Wilayah Sungai Maluku, Muhamat
Marasabessy,” ujar Amran usai diperiksa penyidik sekitar delapan jam di Kantor
KPK, Jakarta, Selasa (26/1).
Dari Komisi V DPR, kata Amran, ada 20 orang yang turut serta dalam
kunjungan kerja tersebut. “Hadir pula Ketua Komisi V DPR Fari Djemi Francis dan
Wakilnya Michael Wattimena, termasuk Damayanti. Saya tidak hafal semua, ada 20 orang
yang hadir dalam pembahasan informal waktu itu,” jelasnya.
Proyek yang sudah menyeret empat tersangka dibalik jeruji KPK tersebut, kata Amran berada pada Satuan Kerja Pelaksanaan Jalan Nasional (Satker PJN) Wilayah II, di Pulau Seram. Proyek itu, lanjutnya, merupakan proyek lanjutan yang sudah digarap sebelumnya. "Ini proyek lama," katanya.
Proyek yang sudah menyeret empat tersangka dibalik jeruji KPK tersebut, kata Amran berada pada Satuan Kerja Pelaksanaan Jalan Nasional (Satker PJN) Wilayah II, di Pulau Seram. Proyek itu, lanjutnya, merupakan proyek lanjutan yang sudah digarap sebelumnya. "Ini proyek lama," katanya.
Seperti dilansir, CNN Indonesia
pada 14 September 2015, Komisi V DPR menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP)
dengan pihak Kementerian PUPR. Dalam notulen, rapat yang berlangsung selama 4,5
jam itu turut membahas anggaran proyek jalan pada Ditjen Bina Marga Kementerian
PUPR.
Dalam data tersebut, tertulis anggaran atau pagu yang dibutuhkan yakni sebesar Rp79.222.780.000,00,-, sementara Pagu Hasil Penajaman Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara TA 2016 sebanyak Rp46.000.871.601,00,-. Alhasil, ada kekurangan pagu sebanyak Rp33.221.908.399,00,-.
Dalam data tersebut, tertulis anggaran atau pagu yang dibutuhkan yakni sebesar Rp79.222.780.000,00,-, sementara Pagu Hasil Penajaman Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara TA 2016 sebanyak Rp46.000.871.601,00,-. Alhasil, ada kekurangan pagu sebanyak Rp33.221.908.399,00,-.
Praktik
Suap Sudah Biasa
Dipihak lain, pengacara Chief
Executif Officer PT. Windhu Tunggal Utama (PT WTU), Abdul Khoir, yakni
Herudin Masaro menyebutkan, setidaknya ada 20 paket proyek. "Satu proyek
minimal Rp30 miliar. Ibaratkan klien
ini calon pembeli. mau beli suatu proyek. Dia dateng ke penjualnya. Ketika
datang ke sana, ini harganya segini," ujar Haerudin di Gedung KPK, Jakarta,
Rabu (27/1/2016).
Ia juga menjelaskan, jika kliennya tidak ikut sistem (aturan main)
di sana, boro-boro dapat proyek,
ditengok pun tidak. Menurut Haerudin, kliennya
menyebutkan, bahwa hal itu merupakan aturan yang tak tertulis.
Dalam proyek ini, Damayanti diduga mengamankan proyek jalan di
Kementerian PUPR. Damayanti diduga menerima uang sebesar Sin$ 99 ribu dari
Direktur Utama PT Windu Tunggal Utama, Abdul Khoir.
Selain mereka, turut pula terseret staf Damayanti, yakni Julia Prasetyarini
dan Dessy A Edwin. Kedua staf ahli yang disebut-sebut selaku perantara suap. Empat
orang tersebut dicokok saat operasi tangkap tangan di lokasi berbeda, 13
Januari 2016 lalu.
Damayanti, Julia, dan Dessy sebagai tersangka penerima suap dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 uu tipikor jo pasal 55 ayat 1 KUHAP. Sementara Abdul selaku tersangka pemberi suap dijerat melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau pasal 33 UU Tipikor. (Red)*
Damayanti, Julia, dan Dessy sebagai tersangka penerima suap dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 uu tipikor jo pasal 55 ayat 1 KUHAP. Sementara Abdul selaku tersangka pemberi suap dijerat melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau pasal 33 UU Tipikor. (Red)*
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar