Senin, 15 Februari 2016
Soal Impor Beras dan Jagung
Oleh:
Danil’s
PEDASNYA kritik Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB), TGB HM Zainul Majdi, nampaknya tidak juga membuat pemerintah Jokowi-JK bergeming. Itu terlihat dari belum adanya tindakan konkrit pemerintah atas masuknya Jagung dan Beras Impor ke NTB yang selama ini dikenal sebagai daerah lumbung pangan nasional.
Lewat Perum Bulog, pemerintah hendak “mengatasi” kelangkaan pangan di
NTB melalui jalur impor.
Penolakan Gubernur NTB atas pangan impor, tentu memiliki alasan yang bisa
dipertanggungjawabkan. Karena berdasarkan data dari berbagai lembaga, baik
Badan Pusat Statistik (BPS) maupun Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)
terkait, produksi pangan Rakyat Tani NTB di tahun 2015 jauh melampaui target
(surplus).
Dari data yang dirilis Pemprov, setiap tahun Rakyat Tani NTB mampu
memproduksi beras sebanyak 1,3 juta ton. Jumlah sebanyak itu tentu saja sangat
melimpah, karena untuk konsumsi lokal hanya sebanyak 700 ribu ton, dan sisanya 600
ribu ton untuk perdagangan antar pulau, termasuk yang mestinya diserap oleh
Perum Bulog.
Bukan hanya Beras, pada tahun 2015 lalu Rakyat Tani NTB juga mampu
memproduksi jagung hingga 1,01 juta ton. Dengan produksi sebanyak itu,
seharusnya Rakyat Tani dapat menikmati keuntungan dari jerih-payahnya. Tapi
faktanya, disaat produksi melimpah harga jagung justeru meluncur bebas hingga Rp
1.600 per Kg, jauh dibawah Harga Pembelian Pemerintah (HPP) yang sebesar Rp 2.500
per Kg.
Jika produksi beras dan jagung tahun 2015 melimpah, lalu kenapa sekarang
pemerintah Jokowi-JK hendak membanjiri NTB dengan beras dan jagung impor?
Kenapa pula hasil produksi yang melimpah tidak diamankan untuk kebutuhan menjelang
masuknya musim panen raya dan panen gadu? Atau jangan-jangan memang ada
kesengajaan untuk melepas pangan produksi lokal agar bisa memasukkan pangan
impor?
Perum Bulog sebagai lembaga yang dipercaya pemerintah untuk mengamankan
stok pangan dalam negeri, nyata-nyata telah lalai menjalankan fungsinya. Ini
tentu saja terjadi akibat tidak mengertinya jajaran Perum Bulog dalam mengejewantahkan
arti pengamanan stok pangan dalam negeri. Perum Bulog hanya mengerti mengamankan
stok pangan, tak perduli walau harus merampas pasar Rakyat Tani lokal dengan
pangan impor.
Jika memang pemerintah Jokowi-JK benar serius mendukung peningkatan produksi
dan kesejahteraan Rakyat Tani lokal, tentu tidak akan membiarkan perilaku
oknum-oknum tertentu leluasa merampas pasar Rakyat Tani lokal dengan pangan
impor. Begitu pula pedasnya kritik Gubernur pada puncak acara Hari Pers
Nasional (HPN) di Lombok, sudah sepatutnya menjadi pertimbangan pemerintah
Jokowi-JK untuk mengevaluasi kinerja jajaran Perum Bulog.*
Penulis adalah: Koordinator Nasional Barisan Rakyat
Anti Korupsi (Barak), dan
Pemred Barak Online Group
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar