Jumat, 05 Februari 2016
Lindungi Rakyat Tani NTB
DAHULU Provinsi Nusa
Tenggara Barat (NTB) dikenal karena suburnya lahan pertanian dan melimpahnya
hasil produksi Rakyat Tani, terutama beras. Karena itu, maka tak salah jika
sejak lama NTB ditetapkan pemerintah pusat sebagai daerah lumbung pangan
nasional yang memasok kebutuhan beras bagi sebagian kawasan Indonesia timur,
bahkan Pulau Jawa.
Hidup diatas lahan yang subur dengan hasil produksi yang melimpah,
mestinya mampu membuat Rakyat Tani NTB sejahtera. Tapi apa mau dikata? Faktanya,
daerah yang dahulu dikenal dengan sebutan Gogo Rancah, Bumi Gora dan berbagai
istilah kebanggaan itu, kini tengah menangis karena mengalami krisis pangan
(beras-red) yang sudah masuk kategori membahayakan.
Keadaan ini tentu saja membuat publik bingung. Bagaimana mungkin daerah
lumbung pangan nasional bisa mengalami krisis beras? Adakah yang salah dengan manajemen
pengelolaan pertanian dan perberasan di NTB?
Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB menyuguhkan data, bahwa produksi padi
pada tahun 2015 mengalami surplus hingga 2,3 juta ton dari target sebanyak 2,1
juta ton. Jika benar terjadi surplus produksi, lalu kenapa bisa terjadi krisis?
Usut punya usut, krisis pangan yang terjadi saat ini tidak terlepas
dari amburadulnya kinerja pengadaan beras pada Perum Bulog Divisi Regional
(Divre) NTB. Ya, pada musim panen
raya tahun 2015, Bulog Divre NTB hanya mampu memenuhi sekitar 60 persen dari total
target pengadaan Public
Service Obligation (PSO). Hal sama juga terjadi pada pembelian gabah
dalam program Upaya Khusus (Upsus) yang hanya sekitar 60 persen dari target
sebanyak 100 ribu ton.
Alhasil, stok beras yang terdapat di gudang Bulog NTB di akhir 2015 hanya
tersisa 9.000 ton, dan pada awal Februari 2016 ini tinggal tersisa 2.000 ton
saja, karena 7.000 ton disalurkan untuk kebutuhan Beras Pra Sejahtera (Rasta). Dalam
hal ini, tidaklah berlebihan jika publik beranggapan, bahwa amburadulnya kinerja
pengadaan beras Bulog NTB menjadi biang keladi krisis yang terjadi.
Benarkah rendahnya kualitas beras produksi Rayat Tani lokal yang
membuat Bulog NTB tidak mampu memenuhi target pengadaan? Pertanyaan itu tentu
saja harus dijawab dengan nurani, bukan dengan akrobatik angka yang kerap
menyesatkan. Jika memang kualitas yang menjadi alasan, lalu kenapa Bulog Jatim bisa
membeli lebih dari target pengadaan? Apakah semua beras yang dibeli itu memenuhi
standar Inpres Perberasan? Tentu tidak, karena beras yang dikirim Bulog Jatim
ke sejumlah daerah banyak ditemukan tidak sesuai standar mutu, baik derajat
sosoh, butir patah, maupun menir-nya.
Lalu apa sebenarnya yang membuat Bulog NTB tidak sanggup memenuhi
target pengadaan beras di tahun 2015? Persoalannya ada pada cara berpikir para
pejabat di Bulog Divre NTB dan jajaran. Jika memang berniat mendukung program
peningkatan kesejahteraan Rakyat Tani, tentu alasan klasik tidak akan digunakan
untuk mendukung logika terbalik.
Kemudian apa yang terjadi di daerah subur dengan hasil pertanian yang
melimpah (NTB-red) saat ini? Badan Pusat Statistik (BPS) NTB melansir, meningkatnya
angka kemiskinan di NTB lebih disebabkan karena harga beras yang melambung
tinggi hingga mencapai Rp12 ribu/Kg. Bukankah ini akibat dari ketidakpahaman pemerintah
(Perum Bulog) dalam memaknai arti negeri Gemah ripah loh jinawi
yang sesungghnya?
Miris
memang, tapi itulah fakta yang harus dihadapi Rakyat Tani NTB saat ini. Pasar mereka
akan segera dirampas paksa oleh Perum Bulog dengan memasukkan Beras Rasta
sebanyak 7.000 ton dari Jatim.
Tidak
ada yang salah dengan program suplai beras dari daerah surplus ke daerah yang
minim produksi (Movenas). Tapi ketika beras dari daerah lain disuplai ke daerah
yang selama ini menjadi lumbung pangan nasional, terlebih disaat produksi beras
Rakyat Tani lokal melimpah, maka itu yang tidak bisa diterima akal sehat.
Mendapati
fakta yang mencengangkan ini, tentu saja membuat publik bertanya- tanya, “ada
apa dibalik tidak tercapainya target pengadaan beras Perum Bulog Divre NTB? Benarkah
ada pemufakatan jahat dari sekelompok oknum yang hendak merampas pasar Rakyat
Tani lokal? Ataukah ini ada kaitannya
dengan “program”
impor beras besar-besaran di tahun 2015 dan 2016? Dan adakah kaitannya semua
persoalan ini dengan jaringan mafia yang salama ini menjadi kutu bagi beras
produksi Rakyat Tani lokal?”
Apapun
dalihnya, yang pasti, publik mendesak Presiden dan Meneg BUMN segera mencopot
semua pejabat Perum Bulog yang menyebabkan kelangkaan pangan di NTB. Sebab jika
tidak, maka bukan tidak mungkin Presiden dan jajaran terkait akan dianggap
sebagai pihak yang hendak memiskinkan Rakyat Tani NTB. Rakyat Tani lokal harus
dilindungi dari “pemufakatan jahat” semua pihak yang hendak memiskinkan dan
merampas pasar mereka secara pelan tapi pasti. ***
Oleh:
Danil’s
Penulis
adalah: Koordinator Barisan Rakyat Anti Korupsi (Barak), dan
Pemred
Barak Online Group
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar